Akses modal usaha masih sulit, Pemprov Jabar Bentuk TPAKD
Bandung.merdeka.com - Akses permodalan untuk usaha masyarakat di Jawa Barat (Jabar) masih sulit. Untuk itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Jabar.
Â
Tugas TPAKD antara lain membuka akses keuangan bagi masyarakat, mendorong lembaga jasa keuangan untuk meningkatkan perannya dalam pembangunan ekonomi di daerah, menggali potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan dengan menggunakan produk dan layanan jasa keuangan.
Â
Selain itu, TPAKD juga mendorong optimalisasi potensi sumber dana dalam memperluas penyediaan pendanaan yang produktif untuk mengembangkan UMKM atau usaha rintisan.
Â
TPAKD beranggotakan Sekertaris Daerah Jabar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional II Jabar, BI Jabar, para industri keuangan di Jabar, Asosiasi Jasa Keuangan dan akademisi.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, dengan dibentuknya TPAKD maka akan mendorong ketersediaan akses keuangan yang seluas-luasnya bagi masyarakat atau pelaku UMKM.
Â
âMasyarakat yang akan membangun dunia usaha itu biasanya tidak tahu bagaimana caranya mengakses layanan jasa keuangan, dengan adanya tim ini maka mereka nanti akan punya gambaran dan mau meminjam dana untuk modal usahanya,â ujar Aher yang juga pembina TPAKD Jabar, melalui rilis yang diterima Merdeka Bandung, Sabtu (26/3).
Â
Gubernur sudah mengukuhkan TPAKD Jabar di Gedung Sate, Kamis (24/03) lalu. Menurutnya, TPAKD juga akan membantu program Pemprov Jabar dalam mencetak wirausaha baru di Jabar.
âKita mencetak 100 ribu wirausahawan yang perlu akses ke perbankan untuk permodalan,â tambah Ahmad Heryawan.
Â
Berdasarkan survey nasional literasi keuangan Indonesia OJK 2013, tingkat literasi atau pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan jasa keuangan masih sangat rendah, sekitar 21,8 persen.
Â
Angka tersebut berbanding terbalik dengan penggunaan produk dan layanan jasa keuangan oleh masyarakat yang mencapai 60 persen. Hal itu mencerminkan akses keuangan masyarakat terhadap industri keuangan belum terbuka secara optimal.