Begini Penjelasan Ahli ITB Soal Tsunami di Pesisir Selat Sunda

Oleh Endang Saputra pada 23 Desember 2018, 18:55 WIB

Bandung.merdeka.com - Beberapa daerah di pesisir Selat Sunda terkena dampak tsunami dengan ketinggian gelombang yang beragam dan datang secara tiba-tiba. Gelombang tsunami yang mencapai garis pantai tanpa didahului oleh adanya gempa atau surutnya muka laut menimbulkan banyak pertanyaan mengenai penyebab terjadinya.

Saat ditanya apakah gempa tektonik, pasang purnama, letusan anak krakatau atau bahkan tumbukan meteor di tempat tertentu?

Volkanolog ITB, Dr. Mirzam Abdurrachman ST,MT menjelaskan bahwa Anak Krakatau terus menggeliat akhir-akhir ini lebih dari 400 letusan kecil terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Letusan besar terjadi pukul 18.00 dan terus berlanjut hingga pagi ini dan terdengar hingga Pulau Sebesi yang berjarak lebih dari 10 km arah timur laut seperti di laporkan tim patroli.

Suatu gunung yang terletak di tengah laut seperti halnya Anak Krakatau atau yang berada di pinggir pantai, sewaktu-waktu sangat berpotensi menghasilkan Volcanogenic Tsunami.

"Volcanogenic Tsunami bisa terbentuk karena perubahan volume laut secara tiba-tiba akibat letusan gunung api," ujar Mirzam dalam keterangan tertulis diterima Merdeka Bandung, Minggu (23/12).

Dia menjelaskan sedikitnya ada empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya volcanogenic tsunami. Pertama, kolapnya kolom air akibat letusan gunung api yang berada di laut.

"Mudahnya seperti meletuskan balon pelampung di dalam kolam yang menyebabkan riak air di sekitarnya," ujarnya.

Kedua, kata Mirzam pembentukan Kaldera akibat letusan besar gunung api di laut menyebabkan perubahan kesetimbangan volume air secara tiba-tiba. Menekan gayung mandi ke bak mandi kemudian membalikannya adalah analogi pembentukan kaldera gunung api di laut.

"Mekanisme 1 dan 2 pernah terjadi pada letusan Krakatau, tepatnya 26-27 Agustus 1883. Tsunami tipe ini seperti tsunami pada umumnya didahului oleh turunnya muka laut sebelum gelombang tsunami yang tinggi masuk ke daratan," ucapnya.

Ketiga disebabkan longsor, lanjut Mirzam, material gunungapi yang longsor bisa menyebankan memicu perubahan volume air disekitarnya. Tsunami tipe ini pernah terjadi di Mt. Unzen Jepang tahun 1972, banyaknya korban jiwa saat itu hingga mencapai 15.000 jiwa disebabkan karena pada saat yang bersamaan sedang terjadi gelombang pasang.

Keempat, karena aliran piroklastik. Aliran piroklastik atau orang terkadang menyebutnya wedus gembel yang turun menuruni lereng dengan kecepatan tinggi saat letusan terjadi, bisa mendorong muka air jika gunung tersebut berada di atau dekat pantai. Tsunami tipe ini pernah terjadi saat Mt. Pelee, Martinique meletus pada 8 Mei 1902. Saat aliran piroklastik Mt. Pelle yang meluncur dan menuruni lereng akhirnya sampai ke Teluk Naples, mendorong muka laut dan menghasilkan tsunami.

"Volcanogenic tsunami akibat longsor atau pun aliran piroklastik umumnya akan menghasilkan tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan dua penyebab sebelumnya, namun bisa sangat merusak dan berbahaya karena tidak didahului oleh surutnya muka air laut, seperti yang terjadi di Selat Sunda tadi malam? Diperlukan penelitian lebih lanjut buat memastikan penyebab utama Tsunami di Selat Sunda," katanya.