Tiga pilar ini harus dimiliki jika ingin kembangkan ekonomi syariah di Indonesia
Bandung.merdeka.com - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat (KPwBI Prov. Jabar) Wiwiek Sisto Widayat mengatakan, ada tiga pilar utama pengembangan ekonomi syariah di Indonesia hasil kolaborasi antara Bank Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan BAPPENAS.
Pertama, pilar pemberdayaan ekonomi syariah yang menitikberatkan pada pengembangan sektoral usaha syariah, melalui penguatan seluruh kelompok pelaku usaha baik besar, menengah, kecil, mikro, serta kalangan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan lainnya.
Kedua, pilar pendalaman pasar keuangan syariah yang merefleksikan upaya peningkatan manajemen likuiditas serta pembiayaan syariah, guna mendukung pengembangan usaha syariah.
Ketiga, pilar penguatan riset, asesmen dan edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi yang ditujukan sebagai landasan bagi tersedianya sumber daya insani yang handal, professional, dan berdaya saing internasional.
"Ketiga pilar strategi utama tadi secara terintegrasi akan didukung oleh kebijakan ekonomi dan keuangan syariah internasional maupun daerah, ketersediaan dan kesiapan sumber daya insani, data dan informasi (termasuk financial technology) serta koordinasi dan kerjasama untuk memastikan implementasi yang berkelanjutan," ujar Wiwiek, Rabu (13/9).
Terkait dengan pilar pertama pemberdayaan ekonomi syariah, kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat bersama-sama dengan para stakeholders telah rutin melaksanakan Program PUSPA (Pendampingan UMKM Syariah oleh Praktisi dan Akademisi) sejak tahun 2015.
Program PUSPA bertujuan untuk melakukan pendampingan usaha mikro berlandaskan prinsip-prinsip syariah dengan pendamping para mahasiswa yang sudah terlebih dahulu dibina oleh para akademisi dan praktisi ekonomi dan keuangan Syariah.
"Selain itu, program kerja utama pilar ini mencakup pengembangan halal supply chain, serta kelembagaan dan infrastruktur pendukungnya," terang dia.
Sementara itu, terkait dengan pilar ketiga, salah satu potensi yang dapat dikembangkan antara lain melalui saluran komunitas-komunitas yang ada di masyarakat, salah satu yang potensial untuk dikembangkan adalah pesantren.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak di Indonesia. Dimana total jumlah pesantren di Indonesia sebanyak 28.961 pesantren dan 32 persen atau 9.167 pesantren dari total tersebut berlokasi di Jawa Barat menurut data dari Kemenag RI, 2016.
Hasil penelitian Bank Indonesia bersama Center for Islamic Economic Studies (CIES) terhadap 51 pesantren di Jabar yang memiliki jumlah santri di atas 500 orang menunjukkan bahwa pesantren di Jabar memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai lembaga ekonomi alternatif dalam pemberdayaan masyarakat pesantren berbasis ekonomi syariah.
Banyaknya jumlah penduduk
Jawa Barat memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak secara nasional yakni 46,5 juta orang dan 98 persen penduduknya beragama Islam, Jawa Barat memiliki jumlah faktor sumber daya manusia yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Kepala BI Jabar Wiwiek Sisto Widayat mengatakan, tak hanya itu, Jawa Barat juga sangat potensial untuk diarahkan menjadi sumber daya insani penggerak utama pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Namun demikian, penetrasi pemanfaatan layanan jasa keuangan syariah di Jawa Barat masih perlu ditingkatkan.
"Hal ini tercermin dari pangsa pemanfaatan layanan jasa pembiayaan perbankan syariah di Jawa Barat terhadap total kredit perbankan di Jawa Barat masih relatif kecil, yaitu 8,4 persen, meski sudah lebih baik dibandingkan dengan pangsa pemanfaatan layanan jasa pembiayaan perbankan syariah nasional terhadap total kredit perbankan nasional yang baru mencapai 5,9 persen," ujar Wiwiek.
Di sisi lain, kondisi perkembangan keuangan syariah di Jawa Barat yang terpantau pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh pertumbuhan pembiayaan perbankan umum syariah di Jawa Barat yang meningkat.
Hingga triwulan II 2017, pertumbuhan pembiayaan syariah di Jabar sebesar 10,6 persen (yoy) meningkat dari triwulan I 2017 sebesar 8,4 persen (yoy). Berdasarkan distribusi jenis kegiatannya, pembiayaan syariah di Jabar masih didominasi untuk kegiatan konsumsi sebesar 49 persen.
Sementara itu, pemanfaatan pembiayaan syariah untuk pembentukan modal kerja usaha sebesar 31 persen dan untuk keperluan kegiatan investasi baru 21 persen.
"Sementara itu, DPK perbankan umum syariah di Jawa Barat pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh stabil sebesar 14,2 persen (yoy) dibanding triwulan I 2017. Pangsa DPK Perbankan Syariah Jabar terhadap Total DPK Perbankan Syariah Nasional sebesar 11,7 persen," papar dia.
Hal-hal tersebut inilah yang mendorong Bank Indonesia melakukan berbagai upaya yang dapat meningkatkan pangsa keuangan syariah di Jawa Barat, salah satunya melalui kegiatan FESyar Regional Jawa ini yang berkolaborasi dengan Kantor Regional 2 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat dan berbagai lembaga keuangan syariah bank dan non bank di Jawa Barat.