Dewan Adat Gorontalo: JS Badudu adalah bapak linguistik Indonesia
Bandung.merdeka.com - Wakil Sekretaris Jendral Dewan Adat Gorontalo, Nurdin Mohamad, mengatakan JS Badudu adalah tokoh nasional yang membangun bahasa persatuan bahasa Indonesia. Berkat jasa-jasa JS Badudu, maka Dewan Adat Gorontalo memberikan gelar 'Taa O Ilomata To Wulito' yang artinya putra Indonesia terbaik kelahiran Gorontalo.
"Almarhum adalah tokoh nasional, bapak linguistik Indonesia yang memelopori penggunaan bahasa yang baik dan benar," kata Nurdin Mohamad, melalui rilis yang diterima Merdeka Bandung, Minggu (24/4).
Ia menjelaskan, pemberian gelar terhadap pria kelahiran Gorontalo 19 Maret 1926 itu tindak lanjut dari musyawarah dewan adat yang digelar 18 April lalu, sebulan setelah JS Badudu wafat. "Musyawarah digelar atas permintaan Gubernur Rusli Habibie agar dewan adat memberikan gelar penghormatan pada beliau," ujarnya.
Prosesi pemberian gelar digelar di rumah peninggalan almarhum Jalan Bukit Dago Selatan 27 Bandung Minggu (24/4) pukul 10.00 WIB. Upacara dilakukan sejumlah tokoh dan pengurus Dewan Adat Gorontalo.
"Rombongan kami berjumlah sembilan orang," kata Nurdin. "Terdiri atas petinggi, pimpinan agama, dan perangkat adat lainnya."
Prosesi diawali dengan tahlilan seterusnya dilanjutkan dengan acara seremonial pemberian gelar. Pengurus dewan adat membacakan keputusan lewat prosesi yang dalam bahasa daerah disebut sebagai Prosesi Mopolili.
Prosesi pemberian gelar kemudian dilanjutkan dengan penggantian nisan almarhum dengan nisan baru yang sudah dilengkapi dengan gelar Taa O Ilomata To Wulito.
JS Badudu dikenal masyarakat luas sejak ia tampil dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang ditayangkan di TVRI pada 1977-1979, dilanjutkan pada 1986-1987. Pada saat itu, TVRI adalah satu-satunya stasiun televisi di Indonesia.
Beberapa karya besar di antara puluhan buku yang pernah ditulisnya adalah: Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994), revisi Kamus Bahasa Indonesia Sutan Muhammad Zain; Kamus Kata-kata Serapan Asing (2003); Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (1971); Inilah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar (1993), dll.
Berdasarkan catatan pribadinya, ia telah 8 tahun menjadi guru SD, 4 tahun guru SMP, 10 tahun guru SMA, dan 42 tahun menjadi dosen di Unpad dan UPI Bandung. Ia pensiun pada 1991, namun masih terus mengajar sebagai guru besar emeritus hingga awal 2000.
Atas sumbangsih dan pengabdiannya di bidang bahasa, ia dikaruniai tiga tanda kehormatan dari pemerintah, yakni Satyalencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Nararya (2001) dan Anugerah Sewaka Winayaroha (2007).
JS Badudu wafat pada 12 Maret 2016 pada usia 89 tahun karena komplikasi penyakit yang diderita semasa tuanya. Ia dikaruniai 9 anak, 9 menantu, 23 cucu dan 2 cicit. Istrinya, Eva Henriette Alma Koroh, telah lebih dulu berpulang pada 16 Januari 2016 di usia 85 tahun. Mereka hidup bersama dalam ikatan pernikahan selama 62 tahun.