Jajang, PKL yang merawat Rumah Bersejarah Inggit Garnasih

user
Farah Fuadona 25 Februari 2016, 14:24 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Rumah Bersejarah Inggit Garnasih berdiri anggun di Jalan Ciateul (Jl. Inggit Garnasih), Bandung. Rumah dengan gerbang besi warna hitam itu tampak terawat, pohon jambu air berdiri di samping rumah.

Rumah itu hampir Separuhnya dikelilingi halaman yang ditumbuhi rumput-rumput gajah dan berbagai jenis pohon yang baru ditanam. Saban hari, selalu ada tamu yang berkunjung untuk mengetahui nilai sejarah rumah istri pertama Ir. Soekarno itu.

Pengunjung biasanya ditemui juru pelihara Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, yakni Jajang Ruhiat yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang kaki lima (PKL). Lapak Jajang tak jauh dari Rumah Inggit. Jika ada pengunjung rumah Inggit, untuk sementara ia akan meninggalkan lapaknya demi melayani keperluan pengunjung.

Bagian dalam rumah Inggit Garnasih
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana



Selain merawat rumah, tugas Jajang di rumah Inggit adalah menjadi guide. Menunjukkan ruangan-ruangan yang ada di rumah seperti kamar yang pernah ditinggali Inggit dan Soekarno, ruang baca, ruang membuat bedak dan jamu, serta ruang serba guna.

Jajang cukup hafal sejarah Inggit dan Soekarno. Menurutnya, mereka membeli rumah itu pada 1926. Waktu itu Soekarno masih kuliah di ITB dan menjadi aktivis pergerakan nasional. Sementara Inggit sibuk menjual bedak dan jamu. Hasil bisnis ini ia gunakan untuk mendukung perjuangan Soekarno.

“Ibu Inggit ikut membantu Soekarno dalam pergerakan nasional. Di Bandung kan Soekarno bikin PNI 1927. Ibu Inggit yang mendampingi Soekarno ke sana-kemari termasuk saat Soekarno dipenjara Banceuy maupun Sukamiskin,” tutur Jajang yang sudah memelihara rumah sejak 2003.  

Ketika Soekarno ditangkap Pemerintah Belanda pada 1931, kata dia, Inggitlah yang susah-payah membesuknya, mengantarkan nasi sekaligus jadi mata-mata Soekarno. “Ibu juga memasok informasi kepada Soekarno, menyelundupkan buku ke Lapas Banceuy dan Sukamiskin, membantu menyiapkan naskah pledoi Soekarno yang berjudul Indonesia Menggugat,” tuturnya.

Jajang mendapat pelajaran sejarah Inggit Garnasih secara otodidak dari keluarga Inggit maupun hasil bacaan.



Saat ini, kata dia, orang mulai memerhatikan peran Inggit Garnasih pada pra-kemerdekaan. “Setelah cukup lama jasa Ibu Inggit tenggelam,” ujar pria yang menjadi PKL sejak 2000 itu.

Ia menuturkan, pada awal 2000-an rumah Inggit Garnasih hanya rumah kosong. Banyak orang yang tidak tahu rumah tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi. Padahal ketika Soekarno menikahi Inggit, banyak tokoh pergerakan nasional yang sering berkunjung dan berdiskusi sampai menginap.

“Sekitar 2000-an mah lampu saja hanya lima watt, jarang sekali orang berkunjung. Orang tak tahu bahwa ini rumah bersejarah. Tahunya bahwa rumah ini rumah Inggit dan Soekarno, kalau sekarang mah kan sudah mulai jelas,” katanya.

Kini Rumah Bersejarah Inggit Garnasih dikelola Provinsi Jawa Barat. Sejak 2011 Jajang pun diangkat menjadi tenga honorer dengan SK Juru Pelihara Rumah Bersejarah Inggit Garnasih. Awalnya ia menolak menjadi honorer.

“Tujuan saya bukan jadi honorer, tapi ingin ikut melestarikan. Saya merasa bangga bisa ikut merawat. Secara pribadi saya menghormati Ibu Inggit, beliau pejuang tanah Sunda asli,” katanya.

Ia berharap dengan makin banyaknya informasi tentang Inggit Garnasih akan makin banyak juga masyarakat yang memahami peran Inggit Garnasih. Bagi Jajang, Inggit adalah pejuang tanpa pamrih yang harus diteladani generasi masa kini.

Selesai menerima pengunjung, Jajang akan kembali lagi menunggu lapaknya. Setiap hari pria kelahiran Bandung tahun 1975 ini pulang pergi Kopo-Ciateul. Kopo alamat rumah kontrakan Jajang bersama istrinya.

Kredit

Bagikan