Hobi membawa Adi Panuntun sukses jadi Seniman Multimedia kelas dunia

user
Mohammad Taufik 17 Desember 2015, 14:23 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pertunjukan video mapping di Museum Fatahillah pada 13 Maret 2010 menjadi pelopor pertunjukan video mapping paling spektakuler di Indonesia. Tak kurang dari 40 ribu pasang mata menyaksikan pertunjukan tersebut. Mereka menjadi saksi robohnya bangunan bersejarah yang berada di kawasan Kota Tua, Jakarta. Tentu bukan roboh benaran. Dengan menggunakan teknik penciptaan visual effect canggih, peristiwa robohnya bangunan itu seolah-olah terjadi.

Walhasil, pertunjukan tersebut sukses membetot penonton yang hadir. Bahkan video itu juga ramai digunjing dan dielu-elukan di jagad maya.

Adalah Adi Panuntun (37) yang menjadi sosok di balik pertunjukan tersebut. Berawal dari hobi, Adi memiliki ketertarikan dengan dunia audio visual. Desain dan film menjadi dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam hidupnya. Ketertarikan itu ternyata juga dimiliki oleh sang adik, Soni.

Saat itu, Adi memiliki latar belakang pendididkan Desain Komunikasi Visual di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, sementara Sang Adik justru memiliki latar belakang berbeda di bidang sains yang juga masih satu almamater sama di ITB. Ketertarikan keduanya kemudian mengajak rekan-rekan lain yang memiliki ketertarikan sama di dunia desain dan film. Hingga akhirnya pada 2007 Adi mendirikan sebuah perusahaan bernama Sembilan Matahari.

"Sebelumnya, saya dan adik saya itu berasal dari ekonomi serba terbatas. Nyelesaikan kuliah terancam biaya. Jadi mau ga mau harus memaksimalkan kemampuan-kemampuan kita untuk bisa kuliah sambil nyari duit," kata Founder sekaligus Creative Head PT Sembilan Matahari ini kepada Merdeka Bandung saat ditemui di kantornya di Jalan Muararajen Nomor 26 Kota Bandung, Senin ( 7/12).

"Nah yang cocok adalah mengelola hoby. Ketika mengelola hoby jadi duit ini kan kita seneng ngerjainnya, enjoy. Dulu waktu awal-awal mulai dari ngerjain video kawinan, kartu nama, video klip."

Adi bersama Sembilan Matahari itu selalu concern dengan isu ruang-ruang publik. Hal ini Ia lakukan sepulang menimba ilmu meneruskan S-2 Design Management di School of Design, Northumbria University di Inggris. Hal ini terlihat dari karya-karya video mapping yang berada di bangunan-bangunan yang memiliki nilai historis seperti Museum Fatahilah, Universitas Pelita Harapan, Museum Batik Pekalongan, Hotel Grand Kemang Jakarta, Gedung Sate, Bandung.

Pertunjukan video mapping di Museum Fatahillah merupakan karya pertama Adi Panuntun. Tema Video Mapping di Museum Fatahilah ialah soal tesis S-2 nya yang menyoroti tentang kurangnya perhatian terkait keberadaan ruang publik (public space).

Setelah sukses dengan Museum Fatahillah, Adi bersama Sembilan Matahari menyasar isu-isu terkait ruang publik lain. Salah satu ruang publik yang juga membutuhkan perhatian adalah Sungai. Sungai Citarum jadi sasaran pertama. Sungai ini dinilai memiliki tingkat polusi mengerikan. Sehingga dia merasa terpanggil mencari solusi bahwa perlu ada suatu upaya kreatif yang bisa diterapkan untuk membangun kampanye menarik bagi Citarum.

"Untuk itu kita melakukan kampanye dengan melukis batu-batu di sekitar sungai dengan karakter monsternya. Sanitasi yang buruk akibat buruknya sikap kita terhadap sungai. Kemunculan mini video mapping untuk membuat si monster-monster itu hadir di tengah-tengah masyarakat. Harapannnya supaya campaign itu tidak hanya terlihat secara visual tetapi juga terngiang-ngiang secara audio," kata pria kelahiran Bandung 23 Desember 1978 ini.

Selama delapan tahun berjalan di bawah bendera Sembilan Matahari, Adi sudah memperkerjakan puluhan orang pegawai. Hingga saat ini juga Sembilan Matahari memiliki kantor cabang yang berada di Jakarta. "Karena pasar terbesar kan ada di Jakarta. 60 persen pasar dari Jakarta, 35 persen dari luar, 5 persen dari Bandung," ujarnya.

Untuk pasar luar negeri, dia melanjutkan, ada beberapa kota menjadi kliennya. Seperti Arab Saudi, dia mengaku sudah mengekspor enam kali content video mapping. "Kita kontrak 1 tahun dengan Kota Riyadh untuk menyuplai konten-konten video mapping di sana. Kemudian juga Rusia. Mereka menggunakan video mapping sebagai sarana promosi, misalnya untuk kebutuhan pariwisata, conference dan lain-lain," ujar suami dari Debbie Rivinandya ini.

Suka duka sudah dirasakan Adi. Saat pertama kali merintis Sembilan Matahari, nada nyinyir dari orang-orang terdekat sempat dirasakan. Tahun 2004, sebelum bendera Sembilan Matahari berkibar menjadi tahun yang dia nilai sebagai tahun pesimistik. Tapi di memiliki keyakinan kuat karena Adi percaya dan meyakini betul apa yang dilakukan bisa melihat masa depan.

"Orang kan cenderung kalau sudah ngelihat baru percaya. Sembilan Matahari kita tidak bisa menawarkan sesuatu yang dilihat dulu. Kita hanya bisa meyakini membuat sesuatu yang nantinya bisa dilihat orang, tapi justru kalangan terdekat banyak yang tidak mau melihat itu. Orangtua pesimis," katanya.

Namun demikian dari kerja kerasnya itu berbuah manis. Sederet penghargaan atas ide-ide kreatifnya berhasil diraih, diantaranya Grand Prize Winner Projection Mapping Competition di Zushi Media Art Festival, Jepang pada 2012. Karya seni instalasi video mapping-nya juga berhasil menjadi yang terpilih dipamerkan di festival bergengsi: Mapping Festival 2013, Geneva Switzerland.

Puncaknya pada 2014 lalu karya Sembilan Matahari juga berhasil menjadi Juara 1 kompetisi video mapping tingkat internasional di Kota Moscow, Rusia dalam pagelaran Light and Multimedia yang merupakan festival terbesar di Eropa.

Secara personal Adi juga diganjar penghargaan Indigo Awards 2010 kategori Young Inspiring Creator dari Telkom, International Young Creative Entrepreneur 2008 dari The British Council. Kemudian sebuah film (independen) berjudul Cin(T)a yang berhasil merebut Piala Citra untuk kategori naskah asli terbaik dan film favorit pilihan penonton JIFFEST 2009.

Film yang diproduksi "fully in digital format" itu hanya dengan budget Rp 200 juta rupiah berhasil tercatat sebagai film Indonesia yang paling lama bertahan masa penayangannya (selama 7 minggu) di jaringan bioskop Blitzmegaplex, selain berhasil meraih 20 ribu penonton.

"Akhirnya setelah menjadi seperti ini senang rasanya, bisa membuktikan bahwa apa yang kita yakini itu memang bisa benar-benar membawa perubahan ke arah positif. Tidak hanya untuk kita tetapi juga untuk lingkungan, bahwa apa yang kita lakukan itu memiliki manfaat untuk masyarakat," ujarnya bangga.

Kredit

Bagikan