Pelukan terakhir ayah setelah tahu Bogiem terinfeksi HIV/AIDS

user
Mohammad Taufik 16 Desember 2015, 16:27 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Sama sekali tak terlintas di benak Gim Gim Sofyan (35) bakal menjadi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) akibat dari kenakalannya dekat dengan narkoba. Hingga akhirnya pada 2005, dia dinyatakan positif tertular HIV setelah memeriksakan diri ke dokter.

Pria yang akrab disapa Bogiem itu tidak menyadari hal tersebut. Dia baru tahu setelah dua sahabatnya tiba-tiba meninggal dunia. "Sebelum teman kedua meninggal, saya sempat jenguk dia. Dia cerita kena HIV dan nyuruh saya diperiksa ke dokter. Saya waktu itu enggak ngerti apa itu HIV," ujar Bogiem kepada merdeka.com, beberapa waktu lalu.

Setelah itu, seorang sahabatnya yang lain dirawat di rumah sakit. Ia juga memberikan arahan agar Bogiem diperiksa untuk memastikan terkena HIV atau tidak. "Saya bingung waktu itu mau tes ke mana, di mana," ujarnya.

Pada akhirnya, dia pun menemukan tempat untuk memeriksakan diri. Hasilnya pun ternyata positif. "Waktu itu enggak parno karena enggak tahu apa itu HIV. Saya pikir, ah enggak mungkin, itu mah penyakit bule," tuturnya.

Setelah melewati berbagai proses, Bogiem akhirnya tahu apa itu HIV dan mulai meninggalkan narkoba. Namun demikian, Bogiem tidak memberi tahu orangtua soal penyakitnya kurang lebih selama empat tahun.

Hingga akhirnya pada 2009, sang ayah masuk ke kamar Bogiem lantas membaca buku-buku seputar HIV/AIDS di kamar Bogiem. Bogiem yang baru pulang dan masuk ke kamar pun kaget melihat ayahnya membaca buku-buku tersebut.

Sekitar setengah jam Bogiem keluar-masuk kamar dan tak berani mendekati ayahnya. Hingga ahirnya sang ayah bertanya saat Bogiem terakhir masuk ke kamar. "Saya ditanya ini buku siapa? Bogiem HIV ya? Di situ saya bingung mau jawab apa, mau bohong juga bagaimana," katanya.

Di tengah rasa takut dan kegalauan, Bogiem membenarkan bahwa dia terinfeksi HIV. Tanpa diduga, bukan amarah yang diperlihatkan sang ayah, namun justru mendapat pelukan erat.

"Bapak meluk saya sambil nangis. Dia bilang hampura bapak teu bisa ngurus maneh nu bener (maaf bapak tidak bisa mengurus kamu dengan benar)," terang Bogiem.

Padahal, kata Bogiem, sang ayah sudah mendidiknya dengan benar. "Cuma saya saja yang nakal," katanya.

Sang ayah dan Bogiem pun menangis sambil berpelukan. Sang ayah berpesan agar Bogiem sabar. Setelah memberi pesan, sang ayah turun dari kamar Bogiem yang ada di lantai dua rumahnya. "Jarak satu jam kemudian, bapak saya pingsan di lantai satu," ungkapnya.

Ayahnya yang punya riwayat penyakit jantung pun koma dan sempat dirawat di rumah sakit. Tak lama berselang, sang ayah mengembuskan napas terakhir. Itu yang kemudian jadi penyesalan terdalam Bogiem.

"Paling menyesal ketika membuka status (terinfeksi HIV) sama bapak, saya merasa berdosa. Jauh-jauh hari sebetulnya saya mau ngomong. Tapi bingung nyari momentum dan cara memberi penjelasan yang pas," ujarnya menyesal.

Setelah sang ayah meninggal, Bogiem mengaku sempat terpuruk dan menyesali langkah yang membuatnya terinfeksi HIV. Tapi perlahan dia mulai bangkit.

Kini, dia memiliki motivasi untuk menyuarakan agar jangan ada lagi orang terkena HIV. Bogiem pun aktif di Rumah Cemara, organisasi berbasis komunitas yang fokus pada edukasi dan penanggulangan HIV/AIDS.

Kredit

Bagikan