Dikeluarkan dari kampus, pria Bandung ini malah jadi pengusaha sukses

user
Mohammad Taufik 14 Desember 2015, 15:28 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Siapa tak kenal dengan Bober Cafe? Tempat nongkrong paling hits di kalangan anak muda Bandung yang berada di kawasan Jalan Riau dan Sumatra. Pada Jumat (27/11) lalu cafe ini baru saja merayakan hari jadinya ke 11 tahun. Di balik kesukaesannya seperti sekarang, pemilik cafe, Jodi Janitra, ternyata sempat dikeluarkan (drop out/DO) dari kampus hingga akhirnya memutuskan menjadi pengusaha dan membangun Bober dari nol.

Jodi berkisah, awal mula mendirikan Bober Cafe yakni pada November 2004. Saat itu dia baru saja dikeluarkan dari kampusnya di Akademi Pariwisata NHI Bandung setelah baru dua bulan menjalani kuliah di jurusan Food & Beverage. Jodi dikeluarkan dari kampus lantaran banyak mata kuliah yang harus mengulang.

Sejak dikeluarkan dari kampus, dia diberi dua opsi oleh orangtuanya, apakah bekerja di perusahaan orangtuanya, atau cari uang sendiri. Akhirnya Jodi memilih pilihan yang kedua dengan membuka usaha.

"Karena saya berpikir kalau kerja dengan orangtua kayaknya enggak keren. Drop Out terus tiba-tiba bisa masuk karena anak 'si bos'. Saya tidak ingin seperti itu. Akhirnya saya pilih buka usaha, saat itu masih umur 17 tahun," ujar Jodi kepada Merdeka Bandung, belum lama ini.

Dengan modal Rp 4 juta, itupun hasil pinjaman dari orangtuanya, Jodi membuka usaha kaki lima di Jalan Riau Nomor 123 (persis berada di Bober Cafe Riau). Namun bedanya saat itu dia masih menggelar lapaknya di sekitar area parkir, sebab belum mampu untuk menyewa tempat saat itu.

"Hanya dengan peralatan sederhana 12 kursi kaki lima di parkiran Jalan Riau nomor 123, saya bikin warung tenda. Menunya pun sederhana belum seperti sekarang. Jadi waktu itu saya jualannya mie rebus, roti bakar pisang bakar. Jumlah karyawan juga cuma dua orang," kata pria kelahiran Bandung 7 Januari 1987 ini.

Menjalankan bisnis rupanya tak semudah seperti dibayangkan Jodi. Meski kedua orang tuanya merupakan pengusaha, Jodi ingin belajar mandiri. Selama enam bulan pertama, usahanya terus-terusan rugi. Dalam sebulan bahkan dia harus nombok Rp 5 juta.

Untuk menyiasati hal ini, Jodi berpikir keras. Untuk menutupi kerugian usahanya, dia memutuskan untuk 'nyambil' kerja di tempat lain dengan bekerja sebagai seorang disc jockey (DJ) di sejumlah tempat di Bandung. Pendapatannya sebagai seorang DJ, sebagaian dia gunakan untuk membayar gaji karyawan dan sewa tempat.

"Jadi dari pagi sampai sore saya di Bober. Malemnya nge-DJ. Uang akhir bulan dikumpul-kumpul buat bayar gajian," kata Jodi yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara ini.

Seiring berjalannya waktu, Jodi perlahan mulai paham seluk beluk dunia bisnis. Dia merasakan langsung kendala-kendala yang dialaminya selama menjalankan bisnis. "Nah dari situlah learning by doing. Jadi sambil belajar trial and error. Jadinya tau, oh begini toh cara mengelola," ucapnya.

Pada tahun 2006, orangtuanya berangkat naik haji. Sepulang dari tanah suci Jodi dibawakan oleh-oleh shisha oleh orangtuanya. Rupanya hal itulah yang menginspirasi Jodi untuk menyediakan Shisha di warung tenda miliknya.

"Waktu saya ngeliat wah ini kayaknya bakalan banyak yang suka. Setelah saya cari-cari saya dapat supliernya. Kita bawa dan itu baru pertama kali di Bandung. Warung jadi ramai dan kita dikenal sebagai tempat untuk shisha yang akhirnya jadi trend di Bandung. Dengan adanya shisha kalau biasanya kita minus Rp 5 juta, sejak ada shisha kita bisa untung Rp 20 juta per bulan," kata Jodi.

Seiring berjalannya waktu, usaha Jodi mulai berkembang. Pada tahun 2008 Bober mulai berpindah tempat dari semula di lahan parkir kini beralih dengan menyewa bangunan yang berada di lokasi yang sama di Jalan Riau 123. Sejak saat itu Jodi mulai melakukan beragam inovasi.

Salah satu inovasi yang dilakukan yakni dengan menyedikan fasilitas wifi gratis dan colokan listrik di setiap meja. Cara ini rupanya cukup ampuh hingga membuat tempat usahanya semakin ramai dikunjungi.

"Nah sempet kita dibilang gila sama pengusaha restoran yang lain. Mereka bilang sudah internetan gratis, colokan di mana mana, bayar listriknya bakal mahal sementara harga murah, pasti sebentar lagi juga bangkrut. Tapi saat itu saya dan kawan-kawan yang di bober punya keyakinan bahwa prinsip bisnis itu diferensiasi, harus ada perbedaan dengan kompetitor. Nah kita pilih dengan penambahan fasilitas itu," papar Jodi.

Inovasi itu, dia melanjutkan, justru mulai diikuti oleh cafe-cafe lain, yakni dengan menyediakan wifi dan colokan listrik. Usaha terus berkembamg pesat hingga pada tahun 2009 Bober buka 24 jam, dari semula hanya buka sampai pukul 11 malam.

Pada 2011, Bober Cafe membuka cabang baru di Bandung yang berlokasi di Jalan Sumatera. Pada pertengahan tahun 2015 ini Bober Cafe kembali membuka cabang baru di Batu Karas, Pangandaran.

"Karena daripada uangnya habis buat jajan mending diinvestasiin lagi. Jadi total ada tiga cafe. Untuk yang di Pangandaran, kita baru buka 4 bulan lalu. Karena kita punya resort di sana, ada lahan kosong buka bober ajalah," ucap pria yang kini menjabat sebagai ketua HIPMI Jabar periode 2015-2018 ini.

Selain Bober, Jodi memiliki unit usaha lain yang dikelola bersama orangtuanya seperti produk cookies (J&C, Ina Cookies, Ladifa Cookies) kemudian Restoran (De Tuik Resto) , Resort di Pangandaran (Shane Josa Resort Batu Karas), rental mobil (A-CAR), tempat produksi sepatu, tempat pembuatan mentega di Sumedang, angkot Mang Abud dan beragam unit usaha lain.

Kredit

Bagikan