Situ Patengan, danau eksotis yang legendaris

user
Farah Fuadona 13 September 2016, 13:57 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Hamparan pepohonan yang hijau dan lebat mengelilingi telaga berair jernih. Di kejauhan tampak hamparan kebun teh dengan latar langit biru yang cerah, membuat telaga itu makin eksotis.
 
Pemandangan itu biasa dijumpai di Situ Patengan, danau yang terletak di kawasan Bandung Selatan. Lokasi danau ini dekat dengan Gunung Patuha yang terkenal dengan objek wisata alam Kawah Putih.
 
Jika pagi hari, air danau biasa mengeluarkan asap putih atau kabut. Hawa dingin bisa mencapai di bawah 19 derajat celcius. Perlahan kabut itu naik ke atas seiring semburatnya matahari pagi yang muncul di balik pepohonan, cahayanya kuning keemasan.
 
Setiap musim liburan, Situ Patengan menjadi salah satu primadona objek wisata alam. Di lokasi ini wisatawan bisa bersantai sambil menikmati kuliner khas Bandung selatan atau naik perahu mengelilingi telaga, Pulau Asmara dan Batu Cinta.
 
Mengenai Pulau Asmara dan Batu Cinta, posisinya berada di tengah danau. Menurut cerita masyarakat lokal, pulau tersebut erat kaitannya dengan terbentuknya danau atau telaga Patengan.
 
Nama Situ Patengan sendiri berasal dari Bahasa Sunda, artinya pateangan-teangan(saling mencari). Siapa yang saling mencari? Pertanyaan ini mengantarkan pada legenda terjadinya Situ Patengan.

Situ Patengan saat senja
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana

Legenda Situ Patengan sudah menjadi cerita rakyat. Masyarakat sekitar baik tua maupun muda sudah banyak yang mengetahuinya. Bahwa dahulu kala di zaman Kerajaan Padjadjaran, terjadi kisah cinta antara Ki Santang dan Dewi Rengganis.
 
Ki Santang adalah keturunan Prabu Siliwangi, Raja Padjadjaran yang termasyur. Dewi Rengganis adalah seorang gadis desa yang tinggal di pegunungan. Dua sejoli ini menjalin asmara jarak jauh (patenggang-tenggang).
 
Suatu waktu, mereka saling mencari (pateangan-teangan). Akhirnya mereka bertemu di daerah yang kemudian disebut Patengan. Lokasi pertemuan mereka disebut Batu Cinta yang berada di Pulau Asmara.
 
Dalam pertemuan itu, Dewi Rengganis meminta Ki Santang membuat danau untuk mereka berlayar memadu kasih. Ki Santang pun menyanggupinya.
 
Namun menurut versi lain yang lebih mistis, pertemuan itu membuat Dewi Rengganis sangat bahagia. Ia menangis bisa bertemu sang kekasih. Air Dewi Rengganis kemudian menjadi cikal bakal danau.
 
Menurut Koordinator Paguyuban Perahu Patengan, Ilyas, kata “patengan” berasal dari Bahasa Sunda buhun yang artinya “pateangan-teangan” (saling mencari). Kadang nama “patengan” sering dilapalkan “patenggang” yang dalam Bahasa Sunda berarti patenggang-tenggang (saling menjauh).
 
Karena itulah danau tersebut memiliki dua nama, ada yang menyebut Situ Patengan dan ada pula yang menyebut Situ Patenggang. Sedangkan secara administratif, danau ini dinamai Situ Patenggang.
 
“Patengan maupun Patenggang tetap satu, karena berada di Desa Patengan dan Kampun Patengan Baru. Warga di sini biasa menyebutnya Situ Patengan,” jelas Ilyas di Situ Patengan baru-baru ini.

Kredit

Bagikan