Kemenristek akui di Indonesia banyak regulasi menghambat inovasi

user
Mohammad Taufik 22 Agustus 2016, 15:59 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mengakui banyak aturan atau regulasi di Indonesia yang menghambat inovator (pencipta) teknologi dalam memasarkan produk-produknya.

"Produk teknologi yang nanti akan digunakan user atau masyarakat ini kan banyak sekali hal-hal yang harus dilakukan, misalnya sertifikasi, standarisasi. Nah di dalam mengembangkan standarisasi biasanya ada regulasi yang membuat si inovator terhambat untuk bisa kerja sama dengan industri," kata Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristek, Jumain Appe di Kampus ITB, Bandung, Senin (22/8).

Di bidang pertanian, kata dia, banyak bibit unggul yang tidak bisa sampai ke tangan petani. Ini terjadi karena ada regulasi bahwa semua bibit yang dipakai petani harus disertifikasi atau standarisasi. Untuk mencapai standar ini, suatu bibit harus melalui uji coba di delapan musim dan di sekian lokasi pertanian.

Selain itu, di Indonesia hanya ada satu perusahaan bisa mengedarkan bibit, yakni PT Sang Hyang Sri. Seharusnya, kata dia, masyarakat juga bisa mengembangkan dan memasarkan bibit-bibit hasil inovasinya.

Akibat regulasi tersebut membuat harga bibit mahal yang berdampak pada mahalnya harga beras. Belum lagi sistem logistik yang panjang. "Aturan-aturannya yang harus dilewati," katanya.

Kemenristek, kata dia, sudah menyampaikan klausul berisi perlunya pemangkasan regulasi yang menghambat inovasi. Solusinya adalah dengan memangkas regulasi atau dilakukannya deregulasi. "Kita harus bicarakan hal ini, kemudian kalau bisa dideregulasilah, kalau bisa kita hilangkan proses panjang ini," katanya.

Regulasi harus mendukung percepatan penerapan teknologi hasil riset lembaga riset atau perguruan tinggi. Sehingga hasil riset tersebut bisa dipakai industri dan diterima masyarakat.

Pihaknya juga mendorong BUMN-BUMN untuk menggunakan produk lokal dalam proses industrinya. Selama ini, produk-produk lokal hasil anak bangsa sulit masuk BUMN karena terhambat dalam pengadaan barang dan jasa.

Pihaknya sudah meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menerima produk lokal, salah satunya hasil penelitian dan pengembangan (research and development/RnD).

"Kita minta di LKPP, itu peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa itu kalau bisa didorong untuk masuk kepada local content yang salah satunya adalah itu hasil dari R n D. Ini kita dorong begitu," ujarnya.

Kredit

Bagikan