Soekarno jatuh cinta dengan desain unik Masjid Salman ITB

user
Farah Fuadona 11 Juni 2016, 11:29 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) selain memiliki sejarah menarik juga didesain dengan model arsitektur unik. Masjid yang berdiri di depan Kampus ITB, Jalan Ganeca, punya atap dengan model kubah terbalik.

Pembangunan Masjid Salman ITB terjadi berkat upaya dosen dan mahasiswa ITB yang ingin mendirikan masjid di era 1960-an, meski pembangunan masjid baru terjadi 10 tahun kemudian.

Waktu itu, arsitek Masjid Salman, Achmad Noeman dan kawan-kawan membawa rencana desain bangunan masjid ke Istana Negara. Tujuannya meminta persetujuan dari Presiden Pertama RI Soekarno.

Saat melihat rancangan tersebut, Soekarno langsung tertarik. Soekarno yang juga alumnus ITB kemudian memberikan beberapa masukan dan memberi paraf pada desain tersebut.

“Bung Karno kemudian menamai masjid ini Masjid Salman, merujuk pada sahabat Rasul Salman Al Farizi,” jelas Plt Direktur Eksekutif Masjid Salman ITB, Iyan Nurdin, Sabtu (11/6).

Iyan menuturkan, Soekarno tertarik dengan desain masjid yang berbeda dengan masjid umumnya di Indonesia. “Bung Karno tertarik karena rancangan masjid, terutama bagian atapnya yang seperti kubahnya berbeda dengan masjid-masjid umumnya,” tutur Iyan.

Umumnya masjid di Indonesia memiliki kubah dengan atap-atap kerucut yang disusun beberapa tingkatan. Ada juga kubah-kubah yang menyerupai bawang khas Timur Tengah. Sedangkan Masjid Salman tidak memiliki kubah, meski atapnya menyerupai kubah terbalik.

Jamaah Masjid Salman ITB
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana


Atapnya seperti kubah terbalik, tapi kalaupun dibalik tidak benar-benar mirip kubah,” katanya.

Di dalam masjid juga tidak ditemukan tiang-tiang tengah sebagai penyangga sebagaimana masjid umumnya. Tiang-tiang beton hanya dipasang di masing-masing sisi bangunan masjid.

“Tidak adanya tiang beton di tengah-tengah masjid ide awalnya supaya saf salatnya tak terputus, jadi safnya maksimal,” jelas Iyan Nurdin.

Kendati demikian masjid ini dirancang tahan gempa. Banyak insinyur ITB yang terlibat dalam proses pembangunan masjid.

Bangunan masjid dengan luas 700 meter persegi itu terdiri dari kayu, tembok, kaca dengan fondasi beton. Lantai masjid berkapasitas 1.500 jamaah ini terbuat dari kayu jati. Pencahayaan bersumber dari lampu-lampu kuning yang teduh. Lampu ini dipasang di 16 titik masjid. Suasana kuning yang teduh agar makin menambah khusyuk ibadah.

Sementara saluran udara bersumber dari banyak pintu dan jendela di sekeliling masjid, membuat suasana masjid terasa hening dan segar. Oksigen masjid berasal dari Taman Ganesha yang ditumbuhi rimbun pepohonan. Masjid ini juga berdiri menghadap barat. Halamannya berupa lapangan rumput dan menara.

Kredit

Bagikan