Seniman Bandung ciptakan terapi MP3 gratis untuk autisme

user
Mohammad Taufik 26 April 2016, 09:39 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Sudah lama musik diyakini memiliki khasiat yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Nah, seorang seniman musik Bandung, Dedy Ardian, menciptakan musik terapi bagi anak autis dan tuna grahita.

"Dengan musik terapi anak-anak jadi patuh, terkendali," kata Dedy, saat berbincang dengan Merdeka Bandung, Senin (25/4).

Ia mengatakan, musik terapinya sudah tersedia dalam bentuk MP3. Sehingga memudahkan orangtua yang membutuhkan. MP3 musik terapi ini bisa didapat gratis. Namun untuk menghindari pembajakan, ia tidak menyebar musik terapinya di internet.

Jika ada orangtua yang tertarik memakai musik terapinya, ia lebih suka bertemu langsung dengan orangtua tersebut untuk memberi langsung kopiannya. Ia juga bersedia memberikan konsultasi secara cuma-cuma.

"Saya membuat musik terapi untuk disebarkan ke yang membutuhkan, bukan untuk dikomersilkan," kata sarjana seni karawitan STSI (kini ISBI) Bandung yang kerap nongkrong di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.

Ia mengklaim, terapi musiknya lebih efektif daripada terapi Aba yang biasa dipakai dalam ilmu kesehatan jiwa. Terapi Aba dilakukan dengan cara menjanjikan sesuatu agar anak patuh. Menurut dia cara tersebut justru akan membut anak ketergantungan.

"Musik terapi tidak akan membuat anak tergantung, karena cara kerjanya melalui bawah sadar," katanya.

Ia menuturkan, sudah lama musik-musik klasik memiliki khasiat tertentu, misalnya musik Kitaro diyakini bisa menyembuhkan suatu penyakit, musik Mozart bisa meningkatkan kecerdasan pada anak dan seterusnya.

Namun, kata dia, musik terapi akan bekerja efektif jika melalui alam bawah sadar melalui frekuensi atau getaran. Artinya, harus ada frekuensi yang menyambungkan antara musik dan manusia sebagai pendengarnya. Dengan demikian tubuh akan merespons musik.

Cara kerja frekuensi musik itulah, kata dia, yang termuat dalam musik terapinya. Hasilnya, anak-anak di sekolah berkebutuhan khusus sudah bisa terkendali. "Ada anak yang kalau disuruh baris biasanya ngamuk-ngamuk, sekarang sudah bisa baris," kata Dedy yang juga guru tetap di SLB Bina Kasih, Bandung.

Selama mengajar, ia memasukkan musik terapinya ke dalam mata pelajaran Penelitian Tindakan Kelas (PTK) SLB Bina Kasih. Selain itu, ia juga sedang mengerjakan terapi khusus pada dua anak, yang satu autis dan satu lagi tuna grahita.

Musik penghilang stres

Sejak 2010 Dedy memang sudah menekuni musik terapi. Awalnya ia tertarik dengan bunyi yang dihasilkan Singing Bowl, alat musik logam khas Tibet. Musik ini diolah secara komputerisasi untuk menghasilkan MP3.

Singing Bowl bentuknya seperti mangkuk bulat yang dimainkan dengan cara digesek pakai kayu. Kayu yang diputar mengelilingi pinggiran Singing Bowl akan menimbulkan bunyi berdengung.

Menurut Dedy, nada tersebut berbunyi E atau mi pada tangga nada. Untuk menjadi musik terapi, nada E tersebut direkam dengan perhitungan tertentu untuk menghasilkan frekuensi atau getaran tertentu.

Perhitungan tersebut dipadukan dengan teori kedokteran tentang alfa, beta dan seterusnya. Teori ini bisa dipakai untuk mengetahui titik lemah manusia secara medis.

"Jadi bisa diketahui saat manusia lemah frekuensinya seperti apa. Sehingga titik lemahnya dapat," kata Dedy, saat berbincang dengan Merdeka Bandung.

Perhitungan membuat musik untuk anak autis berbeda dengan penghitungan membuat musik untuk keperluan untuk menghilangkan stress atau relaksasi, penyakit jantung dan lainnya.

"Sudah lama musik diyakini bisa mendeteksi berbagai penyakit, termasuk sebagai terapinya," kata pria yang memiliki nama dayak Dedy Kahanuang ini.

Kemampuan musik sebagai alat terapi, lanjut dia, berdasar pada teori bahwa sistem saraf otak adalah sekumpulan atom yang terhubung satu dengan lainnya melalui jaringan otak.

Sarap otak memiliki ribuan cabang yang disebut tentacle. Tentacle inilah yang membuat manusia memiliki rasa malas, kurang pede atau pede.

"Si musik akan merangsang tentacle untuk membentuk molekul, misalnya untuk menghilangkan rasa tak pede," terang pria yang pernah mengenyam Etnomusikologis Medan sebelum lulus di jurusan Karawitan STSI (kini ISBI) Bandung.

Musik terapinya bekerja di bawah sadar, ketika pasien atau yang diterapi sedang tertidur. Beberapa khasiat musiknya antara lain untuk meningkatkan kecerdasan atau memperlancar gerak motorik pada anak dan menghilangkan stress.

Dedy sudah lama terlibat dalam pembuatan musik terapi. Sejak 2010 ia aktif dalam kegiatan Hypnotherapy Musik untuk pembinaan mental dan melejitkan daya ingat anak-anak mulai umur 4 tahun di Aceh, Medan, NTB dan Bandung.

Kredit

Bagikan