Jamaah Ahmadiyah tetap mendukung NKRI meskipun dikucilkan

user
Mohammad Taufik 14 Desember 2015, 16:53 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Mansyur Ahmad tahun ini genap berusia 75 tahun. Tanggal lahir Ketua Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Bandung Tengah ini bertepatan dengan peringatan Hari Toleransi Internasional tanggal 16 November.

Mengenakan topi hitam yang dibuat khusus terkait hari ulang tahunnya ke-75, Mansyur menuturkan masa kecilnya yang penuh kedamaian. "Saya lahir tahun 40 di Tasik selatan. Di masa kecil kami hidup damai berdampingan, tidak ada yang namanya istilah intoleransi," kata Mansyur, kepada Merdeka Bandung.

Kasus intoleransi pertama dia alami saat usianya beranjak remaja. Waktu itu di kawasan Jawa Barat selatan dideklarasikan DI/TII oleh Sekarmadji Karto Suwirdjo. Pengikut DI/TII kemudian mengusir jemaat Ahmadiyah. Padahal, kata Mansyur, penganut Ahmadiyah dan pengikut DI/TII masih memiliki ikatan saudara.

Sebelumnya, sebelum ada DI/TII, mereka hidup bertetangga dan saling menghormati satu sama lain. "Kami dikejar-kejar dan diusir ke Kota Tasik," katanya.

Sejak itulah, kata dia, praktik intoleransi yang sebenarnya bertentangan dengan kebhinekaan NKRI terus ia alami. Di Tasik bahkan jemaat Ahmadiyah dilarang naik haji dengan isu bahwa ibadah haji Ahmadiyah berbeda. Disebut-sebut mereka melakukan haji ke Pakistan bukan ke Arab Saudi. "Saya sudah haji. Saya berangkat ke Mekkah dengan rombongan jemaah haji lainnya," tuturnya.

Kemudian tahun 70-an, kata dia, Mansyur dan keluarganya hijrah ke Bandung di saat kasus intoleransi terhadap kaum Ahmadiah semakin marak.

Dia menyesalkan kenapa kasus intoleransi semakin marak di Indonesia dewasa ini. Padahal di masa lalu kasus intoleransi jarang sekali muncul. Dia lalu kuliah di salah satu kampus negeri di Bandung mengambil jurusan ilmu sosial dan politik. Selama kuliah, ia tidak mendengar isu penyesatan terhadap Ahmadiyah.

"Tahun 60-an semasa saya kuliah tidak ada yang mengatakan Ahmadiyah sesat. Tapi sekarang anak SD pun menyebut kami sesat," ujarnya.

Namun dia mengaku tidak dendam. Baginya, Indonesia adalah rumah bersama sebagaimana dituangkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. JAI sangat menjunjung tinggi semboyan tersebut baik saat ini maupun di masa depan. "Meski masjid Ahmadiyah sampai sekarang di Sukapura tak bisa dibangun dan dipakai salat," katanya.

Dalam sejarahnya, kata dia, JAI juga sangat mendukung NKRI. Dia menyebutkan beberapa pahlawan yang merupakan jemaat Ahmadiyah, di antaranya pencipta lagu Indonesia Raya Wage Rudolf Supratman dan Pahlawan Ampera Arief Rahman Hakim.

Kredit

Bagikan