Masih Banyak Masyarakat yang Belum Teredukasi Asupan Garam, Gula dan Lemak
Bandung.merdeka.com - Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat mengatakan, masih ada satu kendala besar dalam mencetak generasi berkualitas di Indonesia. Salah satunya adalah perihal edukasi gizi bagi masyarakat khususnya ibu-ibu.
Kata dia, masih banyak masyarakat khususnya ibu-ibu yang belum paham edukasi perihal garam, gula dan lemak. Hal tersebut banyak ia temui di lapangan. Hal ini tentu saja miris dan harus sesegera mungkin ditangani.
"Masih banyak masyarakat dan ibu yang belum teredukasi tentang asupan gula garam dan lemak," ujar Arif saat ditemui dalam acara ‘Pangan Sehat Gizi Seimbang’ di Aula Masjid Mujahidin, Jalan Sancang, Kamis (28/3).
Lebih lanjut ia menjelaskan, beberapa kali ia menemukan di lapangan bahwa masih banyak ibu-ibu yang memberikan susu kental manis untuk asupan gizi anak. Padahal, seperti diketahui bila Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan aturan tentang hal tersebut.
"Hal itu terlihat dari temuan-temuan kami di lapangan dimana masih ada ibu-ibu yang memberi susu kental manis untuk asupan gizi anak. PAdahal BPOM telah mengeluarkan aturan tentang penggunaan susu kental manis,” jelasnya
Sementara itu, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia akan memiliki bonus demografi dimana besarnya penduduk usia produktif (15 tahun - 64 tahun) dalam suatu negara. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini akan berakhir tahun 2036 nanti.
Karena itu pemerintah perlu melakukan langkah-langkah antisipasi agar tepat di 100 tahun bangsa Indonesia pada 2045 penduduk berusia lanjut (lansia) bisa terurus, dan calon-calon generasi emas yang akan menjadi penerus bangsa tumbuh sehat dan cerdas.
Bonus demografi dapat berdampak negatif bagi bangsa apabila masalah kesehatan anak dan gizi buruk yang saat ini menjadi beban pemerintah tidak segera di atasi. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan adanya perbaikan status gizi pada balita di Indonesia dibandingkan dengan Riskesdas 2013.
Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2 persen menjadi 30,8 persen. Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6 persen menjadi 17,7 persen. Meski demikian, menurut Indonesia masih belum lepas dari negara darurat gizi buruk, karena menurut batasan prevalensi stunting yang ditetapkan WHO adalah 20 persen.
Berbanding terbalik dengan gizi, prevalensi Penyakit Tidak Menular justru mengalami kenaikan dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.
Mengantisipasi hal itu, YAICI bersama PP Aisyiyah menjalin kerjasama edukasi gizi untuk masyarakat “Pangan Sehat Gizi Seimbang”. Edukasi gizi tersebut akan dilaksanakan secara bertahap di sejumlah kota di Indonesia, diantaranya Bandung, Banten dan NTB.
Edukasi dan talkshow “Pangan Sehat Gizi Seimbang” pertama dilakukan di kota Bandung pada Kamis 28 Maret 2019, sekaligus dilakukan penandatanganan kerjasama YAICI dan PP Aisyiyah.
Hadir dalam kegiatan Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Dra. Chairunnisa.M.Kes, Ketua Harian YAICI Arif Hidayat SE.MM, dr. Aris Primadi,Sp.A(K) Ketua IDAI Jawa Barat, Kepala Bidang Informasi Komunikasi BPOM Jawa Barat Rusiana MSc.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Dra. Chairunnisa.M.Kes mengatakan Aisyiyah sebagai organisasi perempuan di Indonesia turut berperan mengawal generasi emas 2045.
"Saat Indonesia berusia 100 tahun, maka 70 persen dari jumlah penduduknya adalah angkatan kerja atau usia produktif. Karenanya, mulai saat ini kita harus bisa memastikan kesehatan terutama gizi agar menghasilkan angkatan kerja yang berkualitas dan menjadi generasi yang kreatif, inovatif, produktif dan berkarakter dan tidak menjadi beban bagi Negara,"kata Chairunnisa.