Pebisnis Perhiasan Emas Diimbau Tertib Pajak
Bandung.merdeka.com - Membayar pajak teratur wajib dilakukan oleh Warga Negara Indonesia. Khususnya bagi para pengusaha toko emas dan perhiasan. Dengan menyetor pajak secara konsisten, akan membuat bisnis emas dan perhiasan di Indonesia menjadi lebih sehat.
PT Hartadinata Abadi Tbk, produsen dan penyedia perhiasan emas terintegrasi Indonesia, menyadari betapa pentingnya edukasi mengenai perpajakan kepada para pengusaha toko emas dan perhiasan. Untuk itu, PT Hartadinata Abadi Tbk bekerja sama dengan KPP Pratama Soreang mengadakan sosialisasi perpajakan di bidang perhiasan emas kepada para pelanggan Hartadinata yang merupakan pengusaha toko emas dan perhiasan.
Kegiatan sosialisasi ini meliputi edukasi tata cara perhitungan, pelaporan, dan penyetoran pajak khusus di bidang perhiasan dan emas (PPN) atas emas dan perhiasan, PPh 21, 22, 23, 25, dan PPh pasal 4 (2)).
Direktur Utama PT Hartadinata Abadi Tbk, Sandra Sunanto menuturkan, sebenarnya para pelaku usaha emas dan perhiasan ini sudah peduli perihal pajak. Namun, tak sedikit dari mereka yang bingung bagaimana cara menghitung pajak emas dan perhiasan.
Untuk itu pihaknya menyelenggarakan dialog dan edukasi perpajakan kepada puluhan pelanggan Hartadinata yang merupakan pengusaha toko emas dan perhiasan. Peserta datang dari berbagai kota di Indonesia.
“Hartadinata Abadi sebagai satu-satunya perusahaan manufaktur perhiasan emas yang terbuka, ingin mengajak dan menyuarakan kepada para pelanggan setia kami untuk mengerti pentingnya membayar pajak untuk kegiatan usahanya sehari-hari,” ujar Sandra kepada Merdeka Bandung saat ditemui dalam acara ‘Dialog dan Edukasi Perpajakan’ di Harris Hotel and Convention, Jalan Peta, Kamis (22/11).
Pengusaha toko emas dan perhiasan yang merupakan toko partner dari Hartadinata yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia khususnya Jawa Barat, kata dia, hadir pada kegiatan hari ini.
“Kami harap kegiatan ini mampu menertibkan serta menyeragamkan administrasi pelaporan dan penyetoran perpajakan khususnya di kalangan pengusaha perhiasan dan emas,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I, Yoyok Satiotomo, menuturkan, pihaknya sangat mengapresiasi inisiatif yang diambil oleh Hartadinata Abadi untuk mengadakan sosialisasi ini mengingat masih banyak pengusaha perhiasan emas yang belum menyadari kewajiban mereka dalam perpajakan.
“Selain Pajak Penghasilan, pengusaha perhiasan emas juga diwajibkan untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai yang semuanya memiliki ketentuan masing-masing dalam hal perhitungan, pelaporan, dan penyetoran khusus yang mungkin sulit dipahami oleh para pengusaha. Kegiatan hari ini diharapkan bisa memberikan penjelasan yang dapat dimengerti oleh seluruh peserta sehingga bisa memotivasi untuk patuh membayar pajak,” jelas Yoyok.
Pengusaha emas perhiasan diwajibkan untuk melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang dimaksud meliputi pabrikan perhiasan emas yang berperan sebagai penghasil perhiasan emas dan pedagang perhiasan emas yang berperan melakukan kegiatan jual beli perhiasan emas. Nantinya seluruh pengusaha ini akan diwajibkan untuk membuat faktur pajak atau penyerahan perhiasan emas.
Penerimaan pajak positif di Jabar
Hingga jelang akhir tahun, Kantor Wilayah Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I mencatat penerimaan pajak masih positif. Sampai Kamis (22/11), penerimaan pajak sebesar Rp 23,94 triliun atau tumbuh 12,98 persen secara year on year.
Yoyok Satiotomo mengatakan, dari sisi pencapaian, penerimaan pajak mencapai 73,84 persen dari target 2018 sebesar Rp 32,43 triliun. Bila dirinci, penerimaan pajak tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 13,54 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 9,88 triliun, PBB dan pajak lainnya sebesar Rp 0,52 triliun, serta PPh migas sebesar Rp 0,001 triliun.
“Secara keseluruhan, pertumbuhan penerimaan pajak ini masih positif. Saya kira penerimaan kita masih cukup bagus, apalagi jika kesadaran masyarakat meningkat,” ujar Yoyok.
Kepatuhan Wajib Pajak yang bergerak di bidang penjualan emas baik itu logam mulia maupun emas perhiasan masih sangat rendah. Sebagai contoh, di KPP Pratama Soreang, kontribusi untuk tahun pajak 2017 hanya sebesar Rp 44 miliar atau tiga persen dari total realisasi tahun 2017 sebesar Rp 1,475 miliar.
“Untuk tahun 2018 malah turun menjadi 1,43 persen, sedangkan untuk Kanwil DJP Jabar I, diluar yang dari Soreang tadi, jumlah pembayarannya lebih rendah lagi,” imbuhnya.
Yoyok berharap, dengan adanya kegiatan tersebut, dapat meningkatkan pemahaman aspek perpajakan dari sektor usaha perdagangan emas, sekaligus meningkatkan semangat wajib pajak untuk memberikan kontribusi terbaik kepada Negara ini.