Menikmati konser musik dari limbah botol di ISBI Bandung

user
Muhammad Hasits 10 September 2016, 18:58 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Lampu ruang pertunjukkan Gedung Kesenian Dewi Asri Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Jalan Buah Batu,Bandung, sempat dipadamkan. Muncul suara berisik seperti gesekan logam. Lampu menyala, di ruang pertunjukkan sudah berdiri para pemain yang siap menyajikan konser musik dari limbah botol.

Musisi penggarap konser, Agung Pramudya Wijaya, berdiri memegang galon air mineral yang berisi butiran-butiran logam. Galon itu digantung oleh alat sejenis pegas, jika ditarik menimbulkan suara berisik berupa gesekan-gesekan logam.

Agung yang mengenakan stelan serba hitam, di bagian kepalanya menyembul dua botol seperti tanduk, berdiri di balik meja yang terbuat dari kerat botol minuman. Dalam konser ini Agung mengusung band The Muslim, kependekan dari Musik Limbah.

Band ini didukung Sadi Frimansyah, Arief Hendrawan, Rivandi Sofyan, Andri Senjaya, Rian Andriawan. Masing-masing berdiri di balik meja yang memuat sejumlah alat musik dari botol bekas.

Mereka berdiri di balik meja dan alat musik masing-masing. Di lantai area konser berjajar botol-botol berbagai jenis dan ukuran, dari botol minyak angin, minuman keras, sampai botol jumbo yang biasa ada di labolatorium.

Salah seorang personel band kemudian menyalakan mesin gerinda, suaranya memekakan telinga. Ia mempermainkan mesin gerinda ini hingga menimbulkan bunyi tinggi-rendah. Agung juga menyalakan mesin bor, dan mulai ngebor botol. Suara mesin gerinda dan bor bersahutan membentuk nada-nada yang asing.

Setelah itu pemain lain mulai memukul botol kaca dan botol plastik bekas minuman kemasan, yang lain menabuh botol yang dibuat perkusi, juga drum-drum bekas sebagai drum. Ada juga yang meniup botol hingga menghasilkan suara seperti seruling.

Agung memamerkan permainan alat musik gesek dari botol yang disambungken ke sound effect, suaranya seperti melodi gitar listrik. Pada komposisi berikutnya, permainan alat musik gesek botol itu diiringi ritem dan betotan gitar dan bas botol.

Konser yang berlangsung 35 menit itu menyuguhkan enam komposisi musik. Di antara enam komposisi tersebut, ada dua nomor yang diiringi lantunan vokal. Salah satu komposisi berjudul Galindeng Asmarandana yang liriknya ditulis sarjana filologi Unpad, Sinta Ridwan.

Pada komposisi Galindeng Asmarandana, penonton yang memenuhi sebagian kursi Gedung Kesenian Dewi Asri mendapat sajian musik yang lebih mudah dipahami. Musik yang disajikan mengusung tangga nada sebagaimana konser musik umumnya, ada vokal yang diiringi nada dari petikan gitar, bas, perkusi, alat musik gesek botol.

Agung menjelaskan konser musik The Muslim lebih bersifat eksperimental, yakni konser musik hasil pencarian botol-botol bekas, pembuatan alat musik dari botol, hingga memainkannya.

Untuk menggelar konser tersebut, ia melakukan riset selama dua tahun. Khusus membuat gitar dan bas dari botol, ia bekerja sama dengan perusahaan gitar profesional Secco.

Gitar dan bas botol menjadi alat musik paling baru yang dibuat alumnus Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung yang ngajar di ISBI Bandung ini. Sebelumnya ia pernah menyajikan konser musik limbah serupa.

“Penggarapan yang sangat serius dalam pengertian untuk bikin gitar dan bas botol saya dua bulan diam di Secco,” kata Agung yang juga personel band Cherry Bombshell, saat ditemui wartawan usai konser The Muslim, Kamis (08/9) lalu.

Pembuatan alat musik dari botol bekas dilatarbelakangi makin terancamnya lingkungan oleh sampah yang diproduksi manusia. Salah satu sampah itu adalah berbagai jenis botol. Lewat konser itu Agung ingin menunjukkan bahwa limbah pun bisa menyajikan komposisi musik.

"Semoga kita semua senantiasa menjaga lingkungan," ucapnya.

Agung lulus S2 berkat musik limbah botol

Agung Pramudya Wijaya berhasil mempertahankan ujian akhir (tesis) di Program Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Dalam ujian akhir itu ia menyajikan konser musik dari limbah botol berjudul “Suara Limbah.”

“Alhamdulillah lancar, dapat nilai terbaik/tertinggi,” kata Agung.

Dalam ujian itu, ia lulus dengan nilai 4, nilai tertinggi dalam skala 1-4. “Alhamdulillah sempurna,” tambah pria kelahiran Seragen 1974 yang lama tinggal di Bandung.

Ujian akhir tersebut untuk menempuh program S2 (Magister) Penciptaan Karya Seni Musik Program Pascasarjana ISBI, Bandung. Satu rangkaian dengan ujian, Agung menyajikan konser musik dari alat musik limbah botol berjudul “Suara Limbah”, Kamis (8/9) malam lalu.

Setelah konser, personel band Cherry Bombshell ini langsung disidang untuk mempertahankan tesis berjudul “Suara Limbah”. “Saya harus langsung sidang, pak hakim dan pak jaksanya sudah menunggu,” kata Agung seraya tertawa.

Waktu itu jam sudah menunjukkan hampir pukul 21.00 WIB. Namun konser 35 menit yang melelahkan yang disambung sidang malam-malam itu membuahkan hasil maksimal. Agung mendapat nilai memuaskan dan berhak menyandang gelar magister.

Dosen pembimbing Agung, Suhendi Afryanto, mengatakan karya Agung merupakan bukti kepekaan seorang kreator dalam melihat fenomena lingkungan. “Tak ayal menghasilkan sebuah karya seni yang patut mendapat apresiasi,” kata Suhendi.

Agung, sambung dia, berhasil mempresentasikan talentanya lewat karya eksperimen yang unik dan memiliki daya kreativitas yang berani.

Sehari-hari, Agung mengajar di almamaternya Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung (dalam berita sebelumnya ditulis dosen ISBI Bandung). Untuk menggelar konser Suara Limbah, ia bekerja sama dengan grup musik Tataloe Music Center.

Kredit

Bagikan