Media sosial jangan dibuat memicu konflik

Oleh Muhammad Hasits pada 24 November 2016, 11:38 WIB

Bandung.merdeka.com - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi termasuk tumbuh pesatnya media sosial dan media dalam jaringan (daring) tidak hanya mengubah pola produksi, konsumsi, dan distribusi informasi namun bisa memicu tingkah laku dan gaya hidup masyarakat ke arah konflik. Terlebih jika penggunaan media sosial ini tidak dilakukan secara bijak.

Hal ini dikemukakan oleh Dirjen Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti dalam seminar dan konferensi internasional “2nd International Conference on Transformation in Communication (ICOTIC) 2016” di Bandung, Rabu (23/11).

Dalam riuhnya media sosial di dunia digital inilah, kata Niken, komunikasi diharapkan bisa mengambil peran meredam konflik yang begitu mudah muncul dari interaksi yang terjadi. “Komunikasi punya tanggungjawab untuk berinisiatif meredam konflik dan menebarkan saling pengertian di antara kelompok sosial sehingga timbul saling pengertian di masyarakat kita,” ujar Niken dari rilis yang diterima Merdeka Bandung, Kamis (24/11).

Menurut Niken, sebagai bangsa beragam, dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta, Indonesia menjadi negara keempat dengan penduduk terbanyak di dunia. Ini menunjukkan potensi besar, termasuk di dalam perkembangan informasi dan komunikasi.

Data Kemenkominfo menyebutkan, dari 93 juta pengguna internet dan 281 juta pengguna telepon selular, 65 juta di antaranya orang Indonesia. Dari angka itu, lebih dari 40 persen pengguna internet di Indonesia berusia 15-24 tahun, dan 75 di antaranya berusia kurang dari 40 tahun.

"Ini menunjukkan kekuatan, peluang sekaligus tantangan bagi kita, terutama bagaimana Indonesia bisa menjawab tantangan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas," katanya.

Senada dengan Niken, Rektor Telkom University Mochamad Ashari mengatakan 90 persen dari pengguna internet di Indonesia saat ini menggunakan media sosial dalam melakukan komunikasi digital. Dengan potensi sebesar ini, kata Rektor, sebaiknya pengguna media sosial mulai menggeser fungsi sosial menjadi bernilai ekonomis.

"Ini menjadi tantangan bagi kita bagaimana masyarakat pengguna internet khususnya media sosial dapat mengubah budaya sosialnya menjadi bernilai ekonomis dan produktif,” kata Ashari.

Seminar dan konferensi internasional ICOTIC 2016 merupakan bagian dari rangkaian ulang tahun ketiga Telkom University. Acara yang digelar selama dua hari dari 23-24 November 2016 dihadiri sejumlah pembicara dari kalangan pakar dan praktisi komunikasi.

Selain Niken, hadir pula Terry Flew (Professor dari Queensland University of Technology), Setiawan Sabana (Profesor dari Institut Teknologi Bandung), dan Loes Witteveen (Akademisi dari Van Hall Larenstein University).

Hadir pula Norsiah Abdul Hamid (Akademisi dari Universiti Utara Malaysia), Ade Irma Susanty (Akademisi dari Telkom University),dan Dorien Kartikawangi (Perhumas Indonesia).

Menurut Ketua Panitia 2nd ICOTIC 2016, Syarif Maulana, dunia hari ini disibukkan tampilnya berbagai jenis komunitas maupun individu yang bisa berbicara atas nama dirinya sendiri. Dari semuanya itu, internet punya peran besar karena untuk berbicara sesuatu agar didengar hingga seluruh dunia, tidak mutlak perlu saluran media massa kovensional namun cukup jaringan internet.

"Misalnya di Bandung, ada sejumlah komunitas menarik seperti mainan tradisional, merajut, sepeda ontel, menulis kreatif, film pendek, mendongeng, hingga filsafat. Atas “kebisingan” tersebut, semestinya ada jembatan agar masing-masing yang tampil tersebut dapat bersinergi satu sama lain, sehingga 2nd ICOTIC 2016 diselenggarakan," katanya.

Setelah sukses penyelenggaraan tahun lalu di artefak ikonik Kota Bandung, Gedung Merdeka, maka ICoTiC kembali digelar tahun ini dengan tema "The role of communication in digital era: Developing the synergy between creative individual, industry, and society."

Syarif menambahkan, Ikom Telu memproyeksikan 2nd ICOTIC 2016 menjadi wahana pemikiran utama dalam memberi kesadaran bagi akademisi tentang pemanfaatan lebih luas teknologi informasi sehingga dapat mengomunikasikan berbagai pihak guna bersinergi.

Tujuan lainnya adalah memberi kesadaran para praktisi untuk bersinergi individu ataupun komunitas kreatif sebagai cara memajukan kepentingannya tanpa menghilangkan kreativitas individu/komunitas. Serta memberi kesadaran bagi pejabat publik untuk lebih memfasilitasi kesinergian antara individu – komunitas kreatif, industri, dan masyarakat umum.

"Terakhir, melalui 2nd ICOTIC 2016 ini, kami di Ikom TelU ingin memberi kesadaran individu dan komunitas kreatif agar aktif bersinergi dengan berbagai pihak sebagai cara mengembangkan kreativitas itu sendiri, sekaligus demi kepentingan khalayak lebih luas," katanya.

Afilisiasi pendidikan yang turut menyokong kegiatan ini antara lain Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi, Universiti Utara Malaysia, Binus University, dan Universitas Udayana, Bali. Sedangkan pihak yang bekerjasama antara lain PT Pupuk Indonesia, PT Telkom, PT Biofarma, dan PT Erlangga.