Penghegar cium aroma rekayasa dalam proses pailit perusahaannya

Oleh Farah Fuadona pada 05 Oktober 2016, 15:51 WIB

Bandung.merdeka.com - Setelah resmi dinyatakan pailit oleh PT Bank Bukopin Tbk, PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti mencium aroma rekayasa dalam proses pailit tersebut. Saat ditelusuri, ternyata pihak Panghegar mengendus banyaknya kejanggalan yang tentu harus diungkapkan.

CEO Panghegar Group Cecep Rukmana menjabarkan, pihak Panghegar dan Bank Bukopin telah melakukan perjanjian kredit investasi terhitung sejak 5 Mei 2008 silam dalam beberapa enam kali tahapan hingga 13 Juni 2012 lalu.

Dari jumlah kredit yang diterima dari PT Bank Bukopin,  sejak awal pencairan (perjanjian kredit pertama kali sampai dengan addendum terakhir). PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti telah melaksanakan pembayaran kewajiban sebesar Rp 89.208.050.000 dan bunga Rp 181.151.573.066.

Sisa pokok pinjamanan mencapai Rp 245.791.950.000 dari pokok pinjaman sebesar Rp 335.000.000.000. Dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti telah melakukan prestasi berupa pembayaran.

Pada tanggal 11 April 2016, PT Bank Bukopin Tbk mengajukan Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan termohon PT Hotel Penghegar dan PT Panghegar Kana Properti di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. "Selanjutnya masa 45 hari adalah waktu PKPU Sementara ke PKPU Tetap. Kemudian untuk menuju PKPU Tetap dilakukan proses vooting terhadap kreditur. Namun demikian, kami mensinyalir telah terjadi suatu kecurangan pada masa-masa 45 hari sebelum menuju PKPU Tetap," ujar Cecep kepada Merdeka Bandung, Selasa (4/10) kemarin.

Cecep menjabarkan, dalam proses tersebut ada pihak-pihak yang memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan pendekatan kepada kreditur yang dalam hal ini para pemilik condotel dan PT Bank Bukopin Tbk. Melalui kuasa hukum kreditur tersebut untuk memberikan suara pada saat vooting kreditur ke arah PKPU Tetap.

"Kami menduga telah terjadi suatu rekayasa pada saat itu. Hal itu kami simpulkan karena pihak kreditur yaitu PT Bank Bukopin Tbk tidak pernah memberikan ruang cukup bagi kami untuk melakukan diskusi secara serius untuk membahas mengenai usulan perdamaian yang kami ajukan," jelasnya.

Dengan kata lain, pihak PT Bank Bukopin Tbk ingin secepat mungkin proses pailit terjadi, yang selanjutnya diikuti dengan proses pelelangan.

Tag Terkait