Penyiar radio diusulkan minimal memiliki jenjang pendidikan Strata-1

Oleh Farah Fuadona pada 16 Juni 2016, 15:13 WIB

Bandung.merdeka.com - Penyiar radio merupakan ujung tombak lembaga penyiaran radio. Kata-kata pernyiar radio dalam siarannya didengar publik. Maka penyiar pun berperan penting dalam pendidikan publik. Maka muncul tuntutan profesionalitas penyiar, termasuk latar belakang pendidikannya. Agar profesional, penyiar radio diusulkan harus memiliki pendidikan dengan latar belakang S1.

Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Universitas Islam Bandung (Unisba) bekerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesa Daerah (KPID) Jawa Barat, di Bandung, Kamis (16/6). FGD ini dihadiri sejumlah penyiar radio di Bandung.
 
Pemimpin Redaksi PRFM, Basith Patria, mengatakan saat ini pekerjaan penyiar radio sebagai profesi yang terbuka. Artinya boleh dikerjakan oleh orang dengan berbagai latar belakang pendidikan termasuk SMA. Namun ia setuju jika penyiar radio dijadikan profesi tertutup.
 
“Jika penyiar radio menjadi profesi tertutup tentu lebih bagus lagi, agar lebih ideal. Saya sepakat kalau penyiar dari ilmu komunikasi, jadi akan linear dengan latar belakang pendidikannya, sehingga greatnya lebih tinggi lagi,” kata Basith.
 
Berbeda dengan Basith, penyiar dari Radio Thomson Bandung, Yanti Rangkuti, tidak setuju jika penyiar radio dijadikan profesi tertutup dan latar pendidikannya harus S1.

“Saya pilih SMA karena berdasarkan pengalaman saya yang penting attitude dan kejiwaan. Kalau disamaratakan harus S1 kasihan yang SMA dan yang punya attitude dan kejiwaannya yang bagus,” tandas Yanti.

Komisioner KPID Jawa Barat Mahi M Hikmat mengatakan, penyiar memang berperan sentral dalam lembaga penyiaran radio. Tidak ada radio tanpa penyiar. “Mengenai trust, penyiar kan paling depan, bahkan menjadi guru publik. Kalau guru atau dosen kan ngajar hanya di kelas saja. Beda dengan penyiar yang pendengarnya banyak sehingga wajar pendidikannya dipersoalkan,” kata Mahi yang juga Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jabar.

Contohnya, kata dia, jika seorang penyiar membicarakan topik tertentu, publik akan mengaitkan latar belakang pendidikan penyiar dengan topik itu. Dari situ kepercayaan pada penyiar atau radio bisa dipertaruhkan.

Saat ini salah satu yang perlu dilakukan radio untuk meningkatkan profesionalitas penyiarnya adalah dengan memberikan pelatihan. “Kalau tak didapat di bangku kuliah karena background-nya bukan Ilmu Komunikasi maka harus ada pelatihan berbagai aspek,” katanya.

Ia menambahkan, KPI pusat memiliki program pelatihan P3SPS diantaranya untuk para penyiar radio. Ia berharap program pelatihan tersebut bisa digelar KPID Jawa Barat.

Tag Terkait