Aksi teatrikal rebut kamera warnai Hari Pers sedunia di Bandung

Oleh Farah Fuadona pada 03 Mei 2016, 16:35 WIB

Bandung.merdeka.com - Aksi teatrikal rebutan kamera mewarnai Hari Kebebasan Pers Internasional (World Pres Freedom) di Taman Vanda, Bandung, Selasa (3/5). Teatrikal dibawakan sejumlah seniman Bandung yang bergabung dengan Solidaritas Jurnalis Bandung.
 
Aksi tersebut digelar di taman yang berseberangan dengan Markas Polrestabes Bandung dan Kantor Pemerintah Kota Bandung, Jalan Merdeka. Di antara puluhan wartawan peserta aksi yang mengusung poster dan spanduk yang berisi tuntutan menolak kekerasan terhadap jurnalis.
 
Para seniman memulai aksinya lewat pukul 09.00 WIB setelah masing-masing perwakilan jurnalis Bandung berorasi. Teatrikal dilakukan tiga seniman, yakni seniman pantomim Wanggi Hoediyatno Boediardjo dan dua seniman dari Kelompok Anak Rakyat (Lokra), Gatot Gunawan dan Sukma Sugara.
 
Seperti aksi-aksi biasanya, Wanggi memulai aksinya dengan pantomim mengenakan make up putih. Di bagian kepalanya mengepul hio. Ia membawa alat musik tradisional khas Tibet, Singing Bell.
 
Gatot Gunawan yang bertelanjang dada tiba membawa setumpuk koran. Koran-koran tersebut kemudian dijajarkan di hadapan wartawan peserta aksi. Tak lama kemudian Gatot membawa kamera.

 
Saat itulah muncul Sukma Sugara. Pria bertubuh besar dan berambut gondrong itu bertelanjang dada, wajahnya penuh dengan cat air warna hitam, merah, putih.
 
Gatot dan Sukma kemudian terlibat berebut kamera. Wanggi yang sedang bertantomim juga mendapat gangguan dari Sukma. Sukma menghajar Wanggi dan Gatot.
 
Aksi tersebut sebagai simbolisasi dari praktek intimidasi dan ancaman yang terjadi di Kota Bandung belakangan ini, antara lain kasus intimidasi terhadap kebebasan berekspresi yang menimpa kelompok teater Mainteater Bandung.
 
Pada 23 Maret lalu, Mainteater akan memantaskan monolog teater Tan Malaka: Saya Rusa Bebulu Mereh di pusat kebudayaan Prancis, IFI Bandung.
 
Pementasan tersebut dibatalkan sekelompok ormas. Besoknya pementasan baru bisa digelar setelah adanya jaminan keamanan dari Pemerintah Kota Bandung. Kasus lainnya menimpa Wanggi Hoediyatno saat melakukan aksi Perayaan Tubuh 27 Maret.
 
Saat itu aksi Wanggi yang tergabung dengan rekan-rekannya di Awak Inisiatif Art Movement harus dihentikan polisi. Wanggi kemudian diinterograsi di Polsek Sumur Bandung.
 
Terakhir kasus yang masih hangat adalah intimidasi dan ancaman anggota Sat Brimob Polda Jabar terhadap jurnalis foto yang meliput kerusuhan Lapas Banceuy Bandung, 23 April lalu.
 
Sekertaris AJI Bandung Tri Joko Heriadi mengatakan, kasus-kasus tersebut terkait dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers yang dijamin Undang-undang, yakni Pasal 28F Undang-undang Dasar 1945, dan jaminan kemerdekaan pers yang dijamin Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

 
“Kebebasan berekspresi dan kebebasan pers adalah hak yang hakiki yang harus diperjuangkan,” kata Joko.
 
Jika kebebasan pers sudah diintimidasi, tambah dia, maka kebebasan berekspresi masyarakat pun akan semakin terancam. Ia menuntut agar negara melalui pemerintah maupun aparat kepolisian menjamin hak-hak tersebut.

Tag Terkait