AJI Bandung kecam pembubaran Perayaan Tubuh 2016

Oleh Farah Fuadona pada 29 Maret 2016, 10:59 WIB

Bandung.merdeka.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung mengecam kepolisian yang membubarkan paksa aksi Perayaan Tubuh 2016 di Jalan Asia Afrika, Minggu (27/3) malam. Tindakan tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.
 
Seperti diberitakan, Perayaan Tubuh 2016 diperingati seniman Bandung yang tergabung dalam Awak Inisiatif Art Movement dengan melakukan pertunjukan seni olah tubuh. Mereka terdiri dari sembilan seniman dari mahasiswa dan dosen Sastra Inggris Unpad Jatinangor, Kelompok Anak Rakyat empat orang dan Wanggi Hoediyatno.

Pertunjukan dimulai dari Monumen Titik Nol Kilometer Kota Bandung, Jalan Asia Afrika. Mereka rencananya akan bergerak menuju eks Plaza Palaguna yang berjarak kurang lebih 300 meter dari titik start.
 
Wanggi Hoediyatno menuturkan, jelang titik akhir mereka berhenti di depan Tugu Asia Afrika, dan mengundang perhatian beberapa warga yang ada di lokasi.

Di tengah menyampaikan pesan perdamaian dan anti kekerasan pada warga yang hadir. Seorang anggota polisi satuan lalu-lintas menghampiri dan meminta pertunjukan diakhiri karena mengganggu ketertiban umum.
 
Melihat gelagat kurang baik, seniman pantomim tersebut memutuskan untuk mengakhiri pertunjukan. “Saya segera menutup Perayaan Tubuh 2016 dengan mengucapkan terima kasih buat semua masyarakat Bandung yang telah setia menyaksikan Perayaan Tubuh tahun ini, hatur nuhun, dan juga terima kasih buat pak polisi dan semuanya," tutur Wanggi, melalui rilis yang diterima Merdeka Bandung.

Tak lama berselang, Wanggi mengatakan ada empat anggota polisi yang kembali mendatangi mereka. Kali ini menurut Wanggi, mereka datang dengan berteriak “bubar-bubar, dasar seniman tidak jelas.” Ia menilai ada cara yang salah dalam memberhentikan Perayaan Tubuh tersebut.
 
Karena tidak mau adu mulut dengan polisi, para seniman pun membereskan properti pertunjukan dan bersiap pulang. Namun di tengah jalan pulang, Wanggi diberhentikan oleh dua anggota polisi berpakaian preman. Ia diminta untuk naik ke sebuah mobil berwarna hitam dan dibawa menuju Markas Polsekta Sumur Bandung.

 
Di Markas Polsekta Sumur Bandung, Wanggi mengaku diinterogasi oleh anggota dari unit intelkam. Polisi menanyai identitas diri Wanggi dan tujuan kegiatan. Menurutnya, polisi membubarkan paksa kegiatan tersebut karena tidak mendapatkan surat pemberitahuan sebelumnya. Setelah dibuatkan berita acara interogasi, Wanggi kemudian dilepaskan.
 
AJI Kota Bandung mengecam tindakan Kepolisian Sektor Sumur Bandung tersebut. Setiap warga negara berhak untuk berekpresi, menyampaikan pendapat dan berkesenian serta berkebudayaan di ruang-ruang publik. Hak ini pun diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28.
 
Polisi, sesuai dengan pasal 1 dan 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dengan jelas menyatakan Kepolisian bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
 
“Bukan malahan membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Polisi seharusnya memastikan warga negara dapat berekspresi dan berpendapat dengan tenang,” ujar Divisi Advokasi AJI Bandung, Ari Syahril Ramadhan.
 
Tindakan membawa Wanggi ke kantor Polisi dinilai sebagai aksi teror pembungkaman. Tidak ada satu pun pasal-pasal hukum yang dapat dituduhkan pada Wanggi dan seniman yang terlibat dalam aksi Perayaan Tubuh 2016.
 
“Bandung sudah mendeklarasikan diri sebagai Kota HAM. Jangan sekedar jadi slogan saja,” ujarnya.

Tag Terkait