Kelompok LGBT rentan terkena HIV-AIDS
Bandung.merdeka.com - Kelompok lesbian, gay, beseksual dan transgender (LGBT) dinilai sangat rentang mengalami penularan HIV-AIDS. Jika sebelumnya penularan terjadi melalui jarum suntik (narkoba), ke depan jumlah infeksi HIV akan terjadi karena hubungan seksual baik sesama jenis maupun dengan perempuan.
Dengan latar belakang tersebut, Seksi Psikiatri Seks dan Martrial PDSKJ Jawa Barat bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan Aids Jawa Barat dan Universitas Padjdjaran (Unpad) menggelar temu ilmiah dengan tema Quo Vadis LGB-T?
Ketua panitia temu ilmiah Lucky Saputra mengatakan lewat temu ilmiah ini diharapkan bisa menjadi masukan terutama kepada tenaga medis maupun pemerintah.
Ia mengatakan, tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam mengendalikan penularan HIV-AIDS.
âBagaimana akademisi dan organisasi profesi membantu pemerintah mengendalikan penyebaran HIV-AIDS? Pertama tenaga kesehatan harus menyadari bahwa masalah HIV-AIDS pada kelompok LGBT di Indonesia merupakan masalah besar dan penting,â kata Lucky, Sabtu (19/3).
Menurutnya, tenaga kesehatan harus menyadari bahwa HIV dalam jangka waktu lama tidak bermanifestasi apapun, namun berpotensi menularkan. Kemudian tenaga kesehatan harus mampu memberi informasi yang benar dan jelas.
âTenaga kesehatan juga harus mampu memberi konseling yang benar tentang HIV-AIDS termasuk pada kelompok LGBT. Dari pengalaman di lapangan kemampuan tersebut kurang dimiliki tenaga kesehatan,â katanya.
Mengingat besar dan pentingnya masalah HIV-AIDS pada kelompok LGBT, kata Lucky, maka pihaknya menggelar temu ilmiah di Kampus FK Unpad Bandung tersebut.
Sebagai gambaran, data kasus baru AIDS di Jawa Barat pada 2008 didominasi pengguna narkoba suntik 69,96 persen. Tetapi pada 2013 kasus baru HIV-AIDS didominasi oleh seks. Kasus baru AIDS meningkat pada homoseksual, yakni dari 2,42 persen pada 2008 menjadi 6,68 persen pada 2013.
Kelomok LGBT sendiri sudah lama ada. Namun kelompok ini mendapat penolakan dari masyarakat seperti diskriminasi atau stigma, membuat mereka bergerak diam-diam termasuk melakukan seks berisiko. Hal ini akan meningkatkan penularan HIV-AIDS.
Perlakuan yang diskriminasi terhadap kelompok LGBT membuat mereka rentan stress dan depresi. Mereka mengatasinya dengan cara merugikan, antara lain menggunakan narkoba. Narkoba suntik sendiri berisiko penularan HIV-AIDS.