Kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai bertentangan dengan RPJMN
Bandung.merdeka.com - Kereta cepat atau high speed train Jakarta-Bandung dinilai menyimpang dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 â 2019. Padahal RPJMN merupakan acuan pemerintah dalam pembangunan baik di pusat maupun daerah.
Direktur Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan, menjelaskan di RPJMN 2015 â 2019 tidak disebutkan adanya rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Yang ada adalah rencana proyek Bandung-Surabaya.
"Penyimpangan dari RPJMN karena di RPJMN itu yang namanya kereta cepat bukan di Jakarta-Bandung. Memang ada rencana Bandung-Surabaya, tapi yang jadi Jakarta-Bandung," kata Dadan di Bandung, Kamis (28/01).
Dia menjelaskan, landasan proyek kereta cepat adalah Perpres Nomor 107 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Tindak lanjut dari Perpres tersebut adalah kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dipercepat. Padahal kajian ini bertentangan dengan Undang-undang PPLH 32 Tahun 2009 dan PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Nah, kata dia, dengan adanya penyimpangan dari RPJMN maka proyek kereta cepat tersebut bertentangan pula dengan Perpres Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang RPJMN 2015-2019.
Walhi Jabar menduga, proyek kereta cepat memiliki landasan hukum yang lemah. "Perpres ini (No 107/ 2016) bertabrakan dengan Perpres RPJMN," ujarnya.
Dalam RPJMN 2015-2019 tidak ditemukan adanya rencana pembangunan kereta cepat lintas kota Jakarta-Bandung. Pada halaman 154 tentang Membangun Transportasi Massal Perkotaan disebutkan, pengembangan angkutan umum massal yang modern dan maju dengan berorientasi berbasis kepada bus (BRT) maupun rel (LRT, tramway, MRT) dengan fasilitas alih moda terpadu, melalui strategi:
a. Pembangunan angkutan massal cepat berbasis rel (MRT diwilayah Jabodetabek, monorail dan Tram Surabaya, monorail Bandung, jalan layang loopline KA Jabodetabek).
b. Pengembangan kereta perkotaan di 10 kota metropolitan: Batam, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.
c. Pengembangan BRT di 29 kota besar antara lain Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Bandung, Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Solo, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Makassar, Gorontalo, dan Ambon.
d. Penyediaan dana subsidi yang terarah untuk angkutan massal perkotaan.