Sosialisai pilkada yang dilakukan KPU Jabar dinilai belum maksimal

Oleh Mohammad Taufik pada 07 Juni 2018, 11:23 WIB

Bandung.merdeka.com - Majelis Rakyat Indonesia (MRI) menilai sosialisasi pilkada serentak yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat tidak maksimal. Banyak warga yang tidak tahu dan mengenal pasangan calon kepala daerah peserta pilkada. Bahkan guru PNS pun banyak yang belum tahu siapa saja nama calon tersebut.

"Saya yakin hal itu bukan salah mereka (warga), tapi kinerja KPU Jabar yang tidak maksimal dalam sosialisasi. Padahal mereka (KPU) sudah menggandeng 30 perguruan tinggi untuk itu. Jadinya, rakyat menilai tidak menganggap pilkada sebagai momen yang penting," kata Sekjen MRI, Matdon, lewat siaran berita, Rabu (06/06).

Matdon menjelaskan, meskipun KPU Jabar mengklaim ada 500 kegiatan lebih untuk sosialisasi, namun mereka seolah pesimistis dengan jumlah partisipan pemilih. Di Pilkada 2013 lalu partisipasi pemilih bisa di atas 80 persen, tapi sekarang KPU malah menyebut untuk mencapai angka 70 persen sangat sulit.

Kondisi tersebut menurut Matdon sangat membahayakan bagi kehidupan demokrasi. Jika rakyat dibiarkan tidak mengetahui adanya pilkada maka kekhawatiran jumlah orang yang memutuskan tidak memilih alias Golput akan tetap tinggi bahkan bertambah seperti pada Pilkada Jabar 2013. Waktu itu, jumlah Golput mencapai 36,3 persen atau 11.823.201 suara dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sebanyak 32.536.980 suara.

Artinya, pemenang Pilkada Jabar 2013 sebenarnya adalah Golput. Sebab jumlahnya 'mengalahkan' pemenang Pilgub saat itu, yakni Ahmad Heryawan - Deddy Mizwar yang hanya mampu meraih 32,39 persen atau 6.515.313 suara dari jumlah total pemilih atau suara sah yang hanya sebesar 20.713.779 suara.

Matdon meminta KPU Jabar, dalam waktu singkat harus ada agen sosialisasi dan relawan demokrasi berbasis pemerataan dan proposionalitas. KPPS, kata ia, harus diperlebar fungsinya dengan melakukan sosialisasi di lingkunganya, terutama terhadap pemilih yang sudah masuk di DPT serta mendeteksi pemilih dan memastikan kehadirannya ke TPS.

"Agen sosialisasi dan relawan demokrasi diharapkan juga paham mengenai konsep sosialisasi berbasis keluarga, dengan dilakukannya pembekalan oleh kampus-kampus misalnya, dan di tingkat bawah oleh KPU kabupaten dan kota yang melibatkan PPK, PPS, dan KPPS. Dalam kegiatan sosialisasi Pilgub Jabar 2018," katanya.

Matdon menegaskan, jika tidak ada perbaikan kinerja KPU Jawa Barat, ada kemungkinan Golput di Pilkada 2018 ini bisa mencapai 40 persen. "Belum lagi ditambah suara masyarakat yang tidak masuk dalam DPT, diperkirakan bisa mencapai 15 persen," katanya menegaskan.

Matdon lalu mengungkap sejumlah kejanggalan data DPT menjelang pilkada ini. Hasil penghitungan KPU Jawa Barat pada Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi dan Penetapan DPT Pilgub Jabar 2018, menetapkan jumlah DPT sebesar 31.735.133 orang, lalu berkurang menjadi 31.730.042. Jumlah DPT itu lebih kecil dari Pilgub 2013 yang sebanyak 32.646.000 orang.

MRI lalu menelusurinya. Ternyata ada perubahan DPT di Kota Bekasi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Indramayu. Misalnya, perubahan DPT Kabupaten Indramayu karena adanya kesalahpahaman antara Panitia Pengawas Pemilu (Panwaalu) setempat dan KPU Indramayu soal 8 ribu pemilih yang dianggap belum terdaftar. Dari 8 ribu pemilih di Indramayu yang baru disahkan masuk dalam DPT, 5 ribu pemilih sudah tercantum. Sedangkan untuk sisa 3 ribu pemilih lainnya belum tercatat sama sekali.

Selain itu, tiga daerah lainnya seperti Kota Bekasi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur dilakukan penetapan pelaporan terkait adanya penambahan dan pengurangan jumlah pemilih. Bahkan, kata Matdon, ada anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan di Bogor tidak masuk DPT. Setelah diprotes ke KPU, baru namanya dimasukkan. Selain itu, dari data elektronik informasi daftar pemilih juga terjadi ketidaksesuaian data. Misalnya jenis kelamin pemilih tidak sesuai antara nomor kependudukan dengan nama pemiliknya.

Berikutnya, masalah lain ketika sebanyak 223 ribu orang harus harus dikeluarkan datanya dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) akibat tidak dikenali oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Sebelumnya, Disdukcapil melansir sebanyak 923 ribu data pemilih tidak dikenali usai dilakukan penyisiran dan verifikasi ulang.

Dari serentetan masalah data pemilih di pilkada di seluruh Jabar tersebut, MRI mengharapkan KPU benar-benar memakai data akurat. Apalagi ada penurunan jumlah DPT yang cukup siginifikan. Selain masalah DPT yang menyusut, persoalan lain ialah administrasi buruk plus masalah e-KTP yang berlarut-larut.

Tag Terkait