Berburu piringan hitam serta menikmati nuansa tenang di Kiputih Satu

Oleh Endang Saputra pada 06 Februari 2018, 11:34 WIB

Bandung.merdeka.com - Jika Anda tengah berburu piringan hitam, Kiputih Satu jawabannya. Tempat nongkrong di Jalan Kiputih nomor satu ini bukan hanya sekedar kafe, namun juga ada sebuah toko piringan hitam pada bagian depan.

Saat memasuki pintu Kiputih Satu, Anda akan disambut dengan berbagai koleksi unik dari sang empunya kafe. Pada bagian kiri dari pintu masukpun ada sebuah ruangan kecil yang menawarkan koleksi piringan hitam yang dibanderol dengan harga bervariatif.

Mulai dari piringan hitam karya musisi lokal hingga musisi internasional, ada di sini. Kehadiran sederet piringan hitam ini memang menjadi asal muasal kehadiran Kiputih Satu. Dimulai dari sang empunya Kiputih Satu Michael Lesmana dan Sakrya Adiguna yang menyukai piringan hitam.

Kemudian Bathsebha Satyaalangghya dan Mamu Alfattah yang memiliki kesamaan visi dalam berbisnis, akhirnya bergabunglah mereka dan menghadirkan Kiputih Satu, kafe yang mengusung bangunan kolonial khas Belanda dengan nuansa yang begitu tenang.

"Kiputih Satu ini sudah setahun dan memang awalnya justru piringan hitam yang berniaga. Adi dan Michele ini sudah punya banyak piringan hitam koleksi dan mereka sering bareng dititipin piringan hitam kalau keluar negeri. Bermula dari pertemanan kami berempat, hadirlah Kiputih Satu yang punya toko piringan hitam dan kafenya," ujar wanita yang akrab disapa Ghia itu, Selasa (6/2).

Menjaga keaslian bangunan, Ghia dan ketiga temannya sepakat untuk tak merubah bangunan. Hanya saja, sedikit perubahan pada beberapa bagian yang dilakukan guna memberi kenyamanan bagi para pengunjung. Tempat Kiputih Satu merupakan dua rumah yang dijadikan satu.

"Kami merasa tahu betul soal sejarah rumah Kiputih Satu ini, makanya kami tidak merubah sedikitpun bangunan asli dari rumah ini. Rumah yang menurut kami memiliki cerita yang sangat hangat dan perlu dilestarikan. Makanya nama tempat ini masih kami pakai Kiputih Satu, sangat merujuk dengan cerita rumah ini," terang dia.

Menghadirkan sederet makanan yang digadang-gadang unik dan berbeda dari tempat lainnya, Ghia mengaku bahwa semua menu yang hadir di Kiputih Satu adalah hasil pemikiran yang mendalam. Ia tak mau asal-asal dalam menyuguhkan makanan.

"Kami menyuguhkan pengalaman makan yang menginterpretasikan semua makanan tidak berbasis pada sebuah resep yang aman. Seperti nasi goreng, dan sop buntut di sini. Kami membuat buntutnya kayak gini, bumbunya diatur agar seperti engga ada di tempat lain," kata dia.

Dibuka sejak Juni 2016 lalu, Kiputih Satu sukses menyedot animo masyarakat. Hadir dengan konsep berbeda dan tempat yang teduh nan nyaman, tempat ini berhasil menjadi salah satu tempat nongkrong favorit di kawasan Ciumbuleuit.

Mampu menampung 125 orang, Kiputih Satu tak pernah sepi. Membanderol harga makanan yang tak terlalu mahal, kata Ghia, hanya perlu Rp 50 ribu untuk bisa nongkrong dan menikmati camilan di tempat ini.