Kisah sedih Abah, tinggal di gubuk dan pengidap penyakit kepala miring

Oleh Muhammad Hasits pada 22 April 2017, 11:08 WIB

Bandung.merdeka.com - Di gubuk berukuran 2x3 meter, disitulah Abah Tarsa tinggal. Pria 82 tahun tersebut tinggal di gubuk yang terbuat dari triplek dan kayu bekas.

Jangan membayangkan kebanyakan rumah pada umumnya, sebab gubuk tersebut jauh dari kata layak untuk dijadikan tempat tinggal. Di dalam gubuknya hanya ada kasur untuk tempatnya beristirahat dan lemari tua. Ruangannya sempit dan pengap, tanpa ventilasi. Jika ingin buang air kecil dan BAB, Abah harus menumpang di tempat orang lain.

"Abah sudah tinggal 2 tahun di gubuk ini," ujar Abah Tarsa saat berbincang di gubuknya tepat di belakang SMP 49 Jalan Antapani, Kamis (20/4).

Abah tinggal di gubuknya seorang diri. Dia ditinggal oleh istri dan anaknya yang telah meninggal dunia.

Bila diperhatikan, fisik Abah Tarsa memang nampak berbeda dari manusia normal. Kepalanya miring ke sebelah kiri bukan ke tegak lurus ke depan seperti manusia pada umumnya.

Rupanya, Abah Tarsa memang sedang mengidap penyakit. Dirinya tidak mengetahui penyakit apa yang sedang diidapnya tersebut. Kepalanya terus miring ke sebalah kiri dan sulit untuk digerakan. Sehingga untuk berbicara pun dalam posisi miring.

"Pertamanya leher abah kesemutan. Dikirain ya biasa saja ga ada apa-apa. Tapi tiba-tiba kepala abah miring ke kiri. Terus miring kayak sekarang," kata Abah Tarsa.

Bukan tanpa usaha, Abah Tarsa sudah mencoba untuk mengobati penyakitnya tersebut. Dia mendatangi dokter di rumah sakit hingga pengobatan alternatif. Namun hingga saat ini kondisinya masih belum berubah.

"Abah juga sudah mencoba berobat ke mana-mana, tapi belum bisa sembuh. Abah juga enggak dikasih tahu ini penyakit apa," ucapnya.

Kondisi ekonomi yang cukup sulit membuatnya hanya bisa pasrah dengan kondisi saat ini. Namun dirinya tetap semangat menjalani hidup dengan bekerja sebagai pemulung untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari

"Abah sudah sepuh, jadi mulung. 'Milari' (mencari) barang-barang bekas dijual kepada pengepul," katanya.

Selain aktivitasnya sebagai pemulung, Abah Tarsa rupanya gemar berkebun. Dia menanam singkong di lahan di depan gubuknya. Hasil dari dia berkebun dikonsumsi untuk makanan sehari hari.

"Lumayan hasilnya kanggo tuang (lumayan hasilnya untuk makan). Embung ngemis ka batur mah (enggak mau ngemis ke orang). Tapi kalau ada yang kasih saya makan atau apa saya terima," ungkapnya.

Dalam kondisinya saat ini, Abah Tarsa pantang meminta-minta. Dia tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Meski fisiknya tak lagi kuat namun dirinya tetap semangat menjalani hari.

Sementara itu, Elis (47) yang merupakan saudara Abah Tarsa mengatakan jika sesekali dia selalu menengok Abah Tarsa untuk mengetahui kondisinya bila sedang tidak bekerja. Dia membawa makanan untuk Abah Tarsa jika datang ke gubuknya.

Merasa prihatin dengan kondisinya, Elis mengaku sudah mengajak Abah Tarsa untuk pindah. Namun Abah Tarsa selalu menolak setiap kali diajak pindah.

"Abah tidak mau diajak pindah. Dia selalu menolak kalau diajak pindah ke kontrakan Saya. Saya juga cuma bisa bantu seadanya saja," ungkap Elis.sd

Tag Terkait