Pemkot Bandung akan gratiskan PBB untuk warga miskin

Oleh Mohammad Taufik pada 14 Maret 2017, 13:51 WIB

Bandung.merdeka.com - Pemerintah Kota Bandung berencana untuk menggratiskan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk warga miskin. Saat ini Pemkot Bandung masih menggodok aturan tersebut. Dengan adanya aturan tersebut nantinya warga miskin tidak perlu lagi membayar PBB.

Hal itu diungkapkan Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial saat acara Sosialisasi PBB di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang, Selasa (14/3).

"Sosialisasi dilakukan dari kepala BPPD (Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah) ya, untuk menyampaikan tentang urgensi PBB dalam pembangunan Kota Bandung. Tadi Pak Ema (Kepala BPPD) menyampaikan memang ada beberapa warga masyarakat yang belum beruntung itu. Kita punya kebijakan insyaallah dibebaskan," ujar Oded.

Oded mengatakan, pembebasan pajak PBB untuk warga miskin ini sebagai bentuk perhatian pemerintah. Terutama terkait kesejahteraan warga maskin.

"Itu kan nilainya cuman sekitar Rp 5 miliar (PBB dari warga miskin). Karena Rp 5 miliar Saya kira karena kita punya tugas utama pemerintah hadir itu adalah untuk memberi kesejahteraan kepada masyarakat kepada yang belum beruntung tadi ya kita akan bebaskan," katanya.

Sebagai gantinya lanjut Oded, pihaknya berencana menerapkan subsidi silang. Masyarakat untuk kalangan ekonomi menengah ke atas akan dinaikan besaran NJOP-nya. Namun tetap hal itu tetap berdasarkan zona-zona yang telah ditetapkan pemerintah.

"Ini supaya ada subsidi silang ya, keseimbanganlah antara apa namanya yang berkurang tadi dengan potensi kelebihan ekonomi seperti itu. Semua tidak dibatasi orang kaya orang biasa, tapi itu dilihat dari sisi zona ya. Kalau zona di asia afrika itu kan kenapa, itu supaya dengan pola seperti itu diharapkan kita bisa menghadirkan keadilan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala BPPD Kota Bandung Ema Sumarna menambahkan, berdasarkan data tercatat ada 63.238 kepala keluarga miskin di Bandung. Terkait rencana pembebasan PBB ini pihaknya tetap menetapkan kriteria berdasarkan aturan yang tertuang dalam Perwal.

"Nah kalau kita pendekatannya ukuran miskin dari perwal yang ada di kota ukurannya itu 8 meter persegi ke bawah," katanya.

Menurut Ema, apabila kebijakan ini akan diambil oleh Wali Kota, pihaknya akan melakukan verifikasi kembali. Hal ini untuk mendapatkan data akurat terkait kenyataan di lapangan.

"Jangan sampai nanti orang itu mengaku ngaku miskin, itu tidak boleh. Namanya keadilan proporsional itu harus ada keseimbangan. Yang kaya memperhatikan yang kurang beruntung, yang beruntung mendapatkan layanan proteksi apapun dari kebijakan yang dikeluarkan kepala daerah. Kebijakan itu adalah ranah pimpinan. Tentu yang akan men-declaire adalah pak wali kota dan pak wakil wali kota," katanya.

Tag Terkait