Pemkot Bandung akan terbitkan regulasi baru terkait NJOP

Oleh Farah Fuadona pada 13 Januari 2017, 16:50 WIB

Bandung.merdeka.com - Pemerintah Kota Bandung berencana menerbitkan regulasi baru terkait penyesuaian NJOP. Pihaknya telah melakukan kajian ilmiah berdasarkan berbagai faktor, mulai dari perhitungan Assessment Sales Ratio, penggunaan lahan, dan klasifikasi jalan sehingga diperoleh pembobotan nilai persentase penyesuaian NJOP.

Namun demikian, penyesuaian tarif NJOP tersebut dilakukan berdasarkan asas keadilan dan proporsionalitas. Hal ini sesuai dengan amanat pimpinan daerah dalam melandasi setiap kebijakan pemerintahan di Kota Bandung.

“Pembobotan dan klasifikasi ini termasuk juga perhitungan Assessment Sales Ratio ini dilakukan agar penyesuaian nilainya proporsional. Tentunya kita juga memperhatikan asas keadilan, kami bedakan penyesuaian NJOP antara perumahan, perdagangan/perkantoran dan industri. Klasifikasi jalan juga mempengaruhi," ujar Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna dalam rilis yang diterima Merdeka Bandung, Jumat (13/1).

Klasifikasi jalan yang dimaksud Ema adalah berdasarkan aksesibilitas dan status jalan. Klasifikasi tersebut ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, antara lain jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, kolektor sekunder, jalan lokal, dan jalan lingkungan/gang.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, bidang yang terletak di jalan arteri primer akan berbeda nilainya dengan bidang yang terletak di jalan lokal atau jalan lingkungan. Hal inilah yang membedakan dengan regulasi sebelumnya, di mana perhitungan NJOP dipukul rata dalam satu wilayah.

Ema melaporkan, kondisi saat ini potensi pendapatan pemerintah kota dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maksimal berada di angka Rp 383,27 miliar. Perhitungan itu dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini. Jumlah tersebut berasal dari 338.536 objek pajak aktif yang telah terverifikasi.

“Dengan potensi objek pajak yang ada, dengan regulasi yang baru kita berpotensi bisa mengumpulkan maksimal Rp 506 miliar, naik Rp 123 miliar atau 32,10 persen dari tahun sebelumnya sekitar Rp 383 miliar,” jelas Ema.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Yossi Irianto sepakat bahwa prinsip keadilan dan proporsionalitas harus dikedepankan dalam proses penentuan nilai pajak.

“Pada hakikatnya, pajak itu memang harus dimaksimalkan. Tetapi logika tidak memberatkan masyarakat harus jadi pertimbangan kita. Jadi prinsipnya (pajak itu) harus menghasilkan tapi jangan memberatkan,” kata Yossi.

Maka dari itu, ia meminta agar perhitungan nilai pajak itu bisa betul-betul proporsional. Ia berharap tidak ada lagi perhitungan pajak dengan sistem pukul rata bagi semua objek pajak.

"Kita ingin penerapan penyesuaian NJOP ini mengedepankan asas proporsional dan berkeadilan di mana nilai yang harus dibayar antara objek pajak perumahan dibedakan dengan industri. Bahkan kalau bisa sesuai dengan keinginan wali kota, orang yang tidak mampu dibebaskan pembayaran pajaknya,” katanya.

Yossi juga menekankan agar proses koordinasi dengan pihak legislatif dan unsur masyarakat lainnya dilakukan dengan apik. Ia tidak ingin kebijakan yang baik ini tidak diiringi dengan proses yang baik pula.

“Kita harus sampaikan, esensi pajak itu adalah asas keadilan. Karena pajak itu digunakan untuk pembangunan fasilitas, untuk memberikan pelayanan publik dan mengentaskan kemiskinan,” ujar dia.

Tag Terkait