Begini cara seniman ungkap kesedihan banjir Bandung

Oleh Farah Fuadona pada 30 Oktober 2016, 09:54 WIB

Bandung.merdeka.com - Awal pekan lalu bencana banjir menyergap Bandung, khususnya di kawasan Pasteur dan Pagarsih. Banjir membuat kesedihan bagi kalangan seniman, salah satunya Tisna Sanjaya.

Pria yang karib disapa Kang Tisna itu lantas membuat sebuah karya peradaban Bandung masa kini. Ibu Kota Jawa Barat dengan segala permasalahan yang ada di dalamnya, di antaranya banjir.

Karya guratan tanah yang terhampar dalam sebuah papan berukuran besar itu dibuat di Sungai Cikapundung, yang bersebelahan dengan Gedung Merdeka, Bandung, Sabtu (29/10) siang. Dua papan besar dideret dalam satu jajar di tengah air yang mengalir dari hulu.

Tisna dengan dua media tanah berbeda lantas beraksi melukis layaknya sebuah karya abstrak. Tangannya mengepak. Tanah tersebut secara berulang menempel bebas di papan berlatar putih dari tangan Tisna.

Selepas melukis, air tanah yang ditampung dalam dua wadah berbeda dia tumpahkan dalam wajahnya sambil bermunajab. Setelahnya sisa air yang dibasuh dalam wajah dicipratkan dalam lukisan tersebut.

Tanah itu kata dia, diambil dari tanah air Cigondewah dan Cikapundung. "Dua tanah ini merupakan tanah yang menghasilkan sumber air," kata Tisna saat ditemui merdeka.com di lokasi.

Saat disinggung makna dari lukisan tersebut, kata dia, itu adalah cerminan bumi yang terlihat dewasa ini. Rusak karena keserakahan manusia sehingga menimbulkan bencana alam. Sebagai tanah kelahirannya, Bandung juga mengalami hal serupa dari kaca mata dosen ITB tersebut.

"Kita lihat daerah utara. Punclut yang seharusnya sebagai tempat pohon dan resapan air. Filter udara di sana malah didirikan bangunan, hotel resort dn berbagai hal. Kalau sudah gitu? Jadi air ke masuk kota langsung," kata dia.

Menurutnya Bandung kini juga kondisinya kian kritis di mana laporan Walhi Jabar penghijauan saat ini cuma delapan persen. Adapun angka ideal dalam sebuah kawasan yakni 38 persen. "Ini tentu saya merasa sedih dengan yang ada di lingkungan kita. Air yang melimpah, segala ada di Bandung tapi justru musibah menimpa," katanya.

Bencana banjir yang menimpa tentu ini harus menjadi sebuah refleksi diri baik pemerintah maupun warganya. "Mungkin karena kita enggak amanah dikasih kekayaan, sumber mata air berbagai macam malah merusak. Kekayaan itu bukan jadi anugrah jatuhnya malah jadi bencana. Pasteur Pagarsih, kakeuum (tenggelam) ini adalah teguran," kata Tisna.

Dia berharap, pemerintah tidak lagi lunak terhadap para pemilik modal yang ingin merusak Bandung dengan cara halus. Saat ini kondisi yang sudah kritis jangan lagi diperparah dengan memberikan izin 'pembetonan' kawasan lindung. Bencana yang menimpa Bandung tentu  tidak lepas dari rusaknya kawasan hulu.

"Pemerintah harus tegas. Jangan gampang disogok sama kaum kapitalis," ujar penerima anugrah Adhikarya Rupa kategori personel tersebut.

Aksi Tisna itu memantik warga dan wisatawan yang hadir di kawasan pedestrian tersebut. Mereka menyempatkan turun ke bawah hanya untuk melihat seniman yang identik dengan rambut gondrongnya.

Tag Terkait