Sri Maryati pernah pinjam kursi roda demi menjadi atlet bulutangkis

Oleh Mohammad Taufik pada 17 Oktober 2016, 16:29 WIB

Bandung.merdeka.com - Sri Maryati menjadi salah satu atlet bulutangkis difabel paling diandalkan Kontingen Jawa Barat pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV 2016 Jawa Barat. Namanya mencuat pada Peparnas/PON 2012 di Riau. Waktu itu ia berhasil menyumbangkan medali emas.

Pada Peparnas kali ini atlet berusia 40 tahun tersebut bertanding di tiga nomor pertandingan, yakni single open, singleclass dan double mix badminton.

Pada pertandingan babak penyisihan yang digelar di GOR Lodaya, Banung, Senin (17/10), ia berhasil menuntaskan lawan pertamanya.

"Tinggal dua pertandingan lagi masuk final," ujar Sri Maryati kepada Merdeka Bandung di sela pertandingan.

Di atas kursi rodanya, perempuan asal Kabupaten Bogor ini menuturkan pertama kali berlatih olahraga sejak 2011. Waktu itu ia berlatih tenis lapangan. Dari situ ia mencoba bermain bulutangkis dan keterusan hingga kini.

Di tengah keterbatasan fisik, ia terus berlatih. Ia sadar banyak sekali tantangan yang harus dihadapi atlet difabel, terutama terbatasnya peralatan. Untuk bermain bulutangkis, difabel tuna daksa harus punya kursi roda khusus olahraga.

Kursi roda tersebut buatan luar negeri. Industri lokal belum mampu membuat kursi roda yang berkualitas untuk para atlet. Kalaupun ada kursi roda buatan lokal, namun kualitasnya masih kurang baik. "Awal-awal saya berlatih saya pakai kursi roda pinjaman," tutur Sri.

Kursi roda tersebut buatan luar negeri yang sifatnya lebih ringan dan nyaman saat dipakai di atas lapangan bulutangkis. Berbeda dengan kursi roda lokal yang lebih berat.

"Ada beberapa kursi roda buatan lokal hasil contekan dari kursi roda luar negeri, namun kualitasnya tetap beda," terangnya.

Berkat keuletannya menekuni bulutangkis, Sri berhasil menjadi atlet bulutangkis kaum hawa. Selama ini, mencari atlet difabel untuk cabang olahraga bulutangkis sangat sulit. Minimnya atlet perempuan membuat Sri menjadi atlet langka.

Namun ia berhasil menorehkan sejumlah prestasi. Salah satu prestasi yang membanggakan adalah medali emas yang diraihnya pada Peparnas Riau.

Baginya, Peparnas Riau sangat emosional karena hanya diikuti dua orang atlet perempuan, yakni Sri sendiri dan seorang atlet perempuan dari Jawa Tengah. Sedangkan medali yang diperebutkan pun hanya satu medali emas, tidak ada medali perak dan perunggu.

"Pengalaman Riau sangat emosional. Bayangkan hanya ada dua pemain untuk berebut satu emas, tanpa perak dan perunggu. Kita datang ke sana dengan beban harus mendapat satu-satunya medali itu. Menurut saya pengalaman di Riau lebih berat dibandingkan turnamen-turnamen lain," cerita Sri.

Berkat kegigihannya meraih juara, waktu itu Sri berhasil mengalahkan lawannya dari Jawa Tengah. Selain Papernas Riau, Sri aktif mengikuti turnamen tahunan bulutangkis difabel Indonesia Open.

Ia juga pernah mengikuti turnamen se-Asia Tenggara di Singapura pada 2015. Namun kandas saat menghadapi atlet dari Thailand. Menurut dia, Thailand memiliki sistem pembinaan yang baik bagi atlet bulutangkis difabel.

"Thailand sangat mendukung atlet baik pembinaan maupun peralatannya. Sehingga atlet-atlet mudanya di sana bagus-bagus, regenerasinya jalan," katanya.

Sedangkan regenerasi atlet bulutangkis di Indonesia terbilang lambat. Buktinya jumlah atlet bulutangkis perempuan pada Papernas Riau hanya dua orang. Sampai Peparnas tahun ini, jumlah atlet bulutangkis perempuan masih sangat sedikit.

Sri sendiri sudah mendekati masa pensiun. Usianya sudah 40 tahun. Namun karena lambannya regenerasi membuat Sri harus tetap bermain.

"Harapan saya ke depan ingin seperti Thailand, peralatan dan pembinaan atlet lebih diperhatikan sehingga ada penerus. Saya kan termasuk atlet bulutangkis aripertama (senior), ke depan bulutangkis harus terus main jangan sampai punah," katanya.

Tag Terkait