Apa kabar bisnis batu akik Bandung?

Oleh Mohammad Taufik pada 23 Agustus 2016, 10:50 WIB

Bandung.merdeka.com - Booming batu akik memang sudah lewat. Tetapi bukan berarti pemain lama bisnis batu akik ikut kolaps. Mereka tetap melayani para pecinta sejati batu.

"Batu akik masih jalan, kalau pecinta batu sejati tidak akan meninggalkan hobinya," kata pengelola toko batu akik Estetika, Deddy Koral, di Kebun Seni Tamansari, Bandung, saat berbincang dengan Merdeka Bandung,

Seniman pendiri komunitas Kebun Seni Tamansari ini menuturkan, di saat musim batu beberapa waktu lalu banyak orang awalnya tidak suka batu jadi terpengaruh menyukai batu.

"Orang yang terbawa-bawa suka batu, sekarang pas tidak musim batu mereka tidak lagi suka batu," kata lelaki berambut gondrong ini.

Malah banyak pula pedagang yang kurang mengerti estetika batu, menjadi pedagang batu. "Banyak pedagang batu yang tak ngerti batu, ngertinya bati (untung)," ujarnya menambahkan.

Deddy sendiri sejak tahun 80-an hobi batu akik. Lima tahun lalu ia membuka toko batu Estetika bersamaan dengan dibukanya pasar seni Kebun Seni Tamansari.

Toko Estetika memiliki pelanggan dari berbagai daerah termasuk dari luar Bandung. Batu yang dijual kebanyakan batu akik alias batu bergambar dengan harga dimulai dari Rp 1 juta.

Selain menjual batu akik, ia menerima pembuatan batang cincin, memo dan sertifikat keaslian batu yang dibuat berdasarkan tes di laboratorium.

Batu bersertifikat adalah batu istimewa seperti bacan yang harganya mencapai Rp 20 juta, serta safir yang harganya antara Rp 3 juta sampai Rp 30 juta tergantung warna dan asal negara. Harga safir dari Srilangka berbeda dengan safir Tanzania.

Jauh sebelum booming batu, Deddy pernah menjual batu bacan hanya Rp 1 juta. Sebelumnya ia membeli bacan tersebut Rp 500 ribu. Begitu ia ngecek kembali ke salah satu pusat bisnis penjualan Batu di Bandung, harga batu bacan meroket menjadi Rp 5 juta.

"Sekarang meskipun tidak musim, batu mahal seperti bacan masih tetap mahal. Malah trend-nya naik terus," katanya.

Bahkan saat booming batu kemarin, banyak batu asli tapi palsu. Malah ada jenis batu bacan dari Garut, padahal bacan hanya ada di Pulau Bacan.

"Pas booming kemarin penjualan batu di saya justru stabil, bahkan saya banyak tutupnya kerena banyak yang nanya-nanya," ujarnya.

Ia bercerita, di musim batu banyak menerima konsultasi. Ada yang membawa batu padahal kaca, ada yang membawa batu biasa disangkanya batu istimewa, dan lain-lain.

"Biasanya saya sarankan mereka cek langsung ke laboratorium. Kalau saya bilang kaca atau bukan batu asli nanti kan malah bermasalah, terus saya kebawa-bawa," ujarnya.

Namun musim batu juga menunjukkan betapa kayanya sumber daya alam Indonesia. Sumber-sumber batu lokal makin bermunculan. Dulu batu lokal yang terkenal antara lain kalimaya dari Banten dan Sukabumi, kemudian ada bungbulang dari Pacitan. Ke sininya muncul beragam jenis batu termasuk dari Aceh.

Deddy sendiri lebih menyukai batu bergambar. Dalam satu bongkah batu, ia akan meneliti serat mana yang layak untuk dipotong. Jika beruntung, ada serat yang mirip-mirip tulisan Arab, pohon, atau gambar tertentu, maka serat itulah yang ia bentuk menjadi batu.

Tag Terkait