Bandung masuk kota rawan pangan
Bandung.merdeka.com - Kebutuhan beras di Kota Bandung masih tergolong cukup tinggi yakni sebesar 700 ton per hari. Sebagian besar kebutuhan beras di Kota Bandung masih dipasok dari luar kota.
"Kebutuhan beras masyarakat Kota Bandung masih cukup tinggi, di mana konsumsi berada dikisaran 96 kilogram perkapita per tahun," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan (Distan KP) Kota Bandung Elly Wasliah di sela-sela acara sidang tahunan Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Kota Bandung di Hotel Serela, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (23/12).
Elly mengatakan bahwa sebanyak 84,09 persen kebutuhan beras dipasok dari luar Kota Bandung. Sementara sisanya 15,91 persen diproduksi dari kota Bandung sendiri.
Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat, Kota Bandung menjadi salah satu dari empat daerah kabupaten/kota yang termasuk kedalam daerah rawan pangan. Adapun ketiga kabupaten/kota kainnya yakni Kabupaten Purwakarta, Kota Tasikmalaya dan Sukabumi. Hal itu disebabkan semakin menyusutnya lahan pertanian berubah menjadi permukiman atau kawasan komersial.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan hal tersebut menjadi peringatan bagi Kota Bandung untuk mengontrol kawasan lahan di Kota Bandung. Ketahanan pangan di Kota Bandung harus lebih ditingkatkan.
"Saya instruksikan kepada dinas terkait untuk memanfaatkan lahan pangan yang dimiliki Kota Bandung dengan luas 32,8 hektar, agar terjadi peningkatan pangan pada tahun 2016. Saya berharap dalam sidang ini bisa menghadirkan berbagai rumusan untuk mengatasi itu, salah satunya menggandeng masyarakat yang memiliki teknologi," kata Oded.
Untuk mengurangi tingkat konsumsi beras di Kota Bandung, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan KP) Kota Bandung mengimbau masyarakat untuk ikut menjalankan program 'one day no rice' atau satu hari tanpa nasi.
"Partisipasi warga dengan adanya program 'one day no rice' ini dapat mengurangi konsumsi nasi dan mengalihkan dengan mengganti sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, jagung, kentang, singkong. Dengan begitu, otomatis kebutuhan beras akan menurun,"ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung Elly Wasliah.
Elly mengatakan bahwa masyarakat pada umumnya selama ini masih beranggapan bahwa beras masih menjadi sumber karbohidrat utama. "Masyarakat kita masih punya anggapan kalau belum makan nasi belum makan. Nah paradigma ini yang memang harus kita sosialisasikan bahwa beras bukan satu-satunya sebagai sumber asupan kabohidrat," ungkap Elly.
Harga kebutuhan pokok naik
Pada Hari Raya Natal dan Tahun baru, harga sejumlah bahan kebutuhan pokok di sejumlah pasar tradisional di Kota Bandung mulai mengalami kenaikan. Kenaikan harga kebutuhan pokok disebabkan tingginya permintaan barang.
Adapun sejunlah komoditas yang mengalami kenaikan di antaranya beras, telur, daging ayam dan sayur-mayur. Kenaikan yang terjadi berkisar antara 10-20 persen.
Di Pasar Kiaracondong, harga daging ayam mengalami kenaikan sekitar 13 persen. Harga daging ayam dari harga semula sebesar Rp 30 ribu naik menjadi Rp 33 ribu per ekor.
"Natal dan Tahun Baru harga-harga biasa naik," Ade (45) pedagang daging ayam di Pasar Kiaracondong.
Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas telur. Harga telur juga mengalami kenaikan dari harga semula Rp 18 ribu perkilo menjadi Rp 22 ribu perkilo.
Kenaikan juga terjadi pada sayur-mayur seperti bawang merah dan cabe rawit. Harga bawang merah saat ini tercatat sebesar Rp 32 ribu perkilo, sementara cabe rawit Rp 45 ribu perkilo.
"Kenaikan pada sayur juga disebabkan salah satunya karena faktor musim hujan. Banyak sayuran yang ikut naik karena stok menurun," kata Lilis (40) penjual sayur-mayur.
Namun harga daging sapi masih terpantau stabil yakni berada di kisaran Rp 90 ribu - Rp 110 ribu. "Kalau Harga daging sapi masih normal berada di kisaran Rp 90 ribu - Rp 110 ribu," ungkap Tatang (55) pedagang daging sapi.