Jumlah Guru Belum Miliki Sertifikasi Pendidikan di Indonesia Masih Tinggi
Bandung.merdeka.com - Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Ismunandar mengatakan, jumlah guru di Tanah Air yang belum memiliki sertifikasi pendidikan masih tinggi. Padahal, sertifikasi pendidikan ini sangat penting sebagai indikator bahwa guru tersebut dinyatakan layak dan lolos uji kompetensi menjadi guru profesional.
"Jumlah guru yang belum memiliki sertifikasi pendidikan cukup tinggi. Jumlahnya sekitar 1,6juta guru," ujar Ismunandar dalam acara seminar nasional bertajuk âRefleksi Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2013-2018â di Hotel Grand Pasundan, (19/7).
Kata Ismunandar, Indonesia kekurangan sekitar 632.740 ditambah lagi dengan jumlah guru yang pensiun sebanya 106.361 pada tahun 2018.
"Menghasilkan pendidikan berkualitas, guru menjadi faktor kunci keberhasilan. Sangat penting untuk berinvestasi dalam menyiapkan guru profesional yang mampu mendidik generasi muda menuju masa depan Indonesia yang lebih cerah," jelasnya.
Selain itu, Ismunandar menekankan pentingnya kehadiran guru pendidikan vokasi yang profesional. Diperlukan Sarjana Pendidikan Vokasi dan PPG Vokasi untuk memenuhi 122ribu Guru Produktif berkualitas untuk tahun 2019-2024.
Selanjutnya, Ismunandar menjelaskan untuk menjadi guru profesional setidaknya diharuskan memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
PPG selama ini sudah terbukti mampu meningkatkan kualitas para calon guru dan juga guru yang sudah bekerja. Selama ini, presentasi perolehan nilai akhir peserta PPG terus mengalami peningkatan. Sebanyak 25 persen peserta mendapatkan nilai baik pada Batch 1 tahun 2018, dan meningkat drastis menjadi 69 persen peserta dengan nilai baik pada Batch 2 tahun 2019.
Sayangnya, ia pun memberikan beberapa evaluasi penyelenggaraan PPG. Rata-rata daring instrutur atau dosen relatif masih rendah, yaitu kurang dari satu jam setiap harinya. Sehingga, interaksi dosen dengan mahasiswa masih rendah.
"Selain itu, terindikasi bahwa instruktur hanya berfungsi memberi nilai tugas saja. Padahal fungsi instruktur termasuk memberi feedback dan menerima revisi tugas, sebelum memberikan penilaian akhir," jelasnya.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) melalui Direktorat Pembelajaran menyelenggarakan seminar nasional ini diharapkan mampu menggali berbagai tantangan yang terjadi selama penyelenggaraan PPG sejak tahun 2013 dan melihat peluang perbaikan untuk masa mendatang.
PPG dirintis sejak tahun 2013 dengan memberikan fasilitas untuk calon guru yang berdedikasi di daerah Terluar, (PPG SM3T) dengan melibatkan 23 Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK).
Selanjutnya jumlah LPTK yang bergabung untuk dapat memberikan kontribusi dalam program PPG ini bertambah menjadi 45 LPTK pada tahun 2016, dan saat ini 63 LPTK telah mendapatkan izin penyelenggaraan Program PPG.
"Apresiasi sebesar-besarnya kami sampaikan kepada LPTK yang secara aktif mendukung program ini, serta semakin tingginya minat LPTK untuk dapat bergabung dalam program PPG,"katanya.