Ini karya 12 anak autis yang membuat decak kagum
Bandung.merdeka.com - Memiliki gangguan perkembangan atau seringkali disebut autis rupanya bukan menjadi kendala bagi 12 anak ini untuk berkarya. 'Melihat Lebih Dekat' merupakan bukti nyata bahwa para anak autis ini akan berhasil membuat siapa saja yang melihat karyanya hingga berdecak kagum.
Pameran karya penyandang gangguan sindrom autisme yang diselenggarakan oleh Keluarga Kriya Mata Kucing (KMK) ini mengangkat tema kriya tekstil. Dengan penggunaan kain yang dibuat menjadi sebuah sarung bantal, hingga taplak meja menjadi karya yang dibuat para anak-anak tersebut.
Teknik mencelup, serta mengikat kain hingga menghasilkan warna serta motif berbeda pada selembar kain menjadi hal yang dilakukan dan tentu saja dipelajari oleh 12 anak ini. Selintas, karya yang dibuat tidak terlihat bila itu dibuat oleh para anak autis. Soalnya, nyaris sempurna dan selayaknya dibuat oleh anak-anak pada umumnya.
Kehadiran pameran ini merupakan wadah berekspresi bagi para anak berkebutuhan khusus yang notabene berusia dewasa yakni 20 tahun ke atas. Mereka diajak untuk berkreasi, menciptakan karya agar bakat yang dimiliki bisa tersalurkan dengan baik.
"Ini adalah kegiatan untuk mengasah motorik mereka, rupanya mereka satu persatu memiliki ketertarikan kepada seni. Area seni rupa murni yaitu kriya menjadi pilihan karena tak terlalu sulit dan mudah dipelajari oleh 12 anak ini," ujar Ketua Panitia serta Ketua Komunitas Kriya Mata Kucing, Diana Sofian, Selasa (13/3).
Berlangsung hingga 24 Maret 2018 mendatang, karya yang ditampilkan merupakan proses yang dilakukan selama kurang lebih setahun. Proses dan teknik dalam berkarya diselaraskan dengan kebutuhan untuk membantu melatih motorik halus, kelenturan tangan, fokus pada yang dilihat dan dikerjakan, serta kerjasama dengan kawan-kawan.
Pameran dengan tema 'Melihat Lebih Dekat' ini digelar di Silverroad Gallery, Jalan Bapa Husen. Ada sekitar 70 karya yang dibuat oleh 12 anak ini. Mereka yang terlibat adalah Abraham, Antonius, Andre, Aswin, Dendy, Iin, Ivan, Kevin, Kiki, Leony, Raka, serta Paul.
"Mungkin menurut kita begitu mudah ya mengerjakan ini, tapi buat mereka tentu saja tidak. Untuk teknik mengikat celup saya butuh upaya ekstra bagi mereka melakukannya. Kalau secara kualitas, tentu saja saya melihat ini sama seperti yang kita biasa lakukan. Mereka hebat," ujar tenaga pengajar 12 anak autis ini, Ken Ati Djatmiko.
Salah seorang anak autis yang mengikuti kegiatan ini, Kiki mengaku senang. Kata dia, tidak ada kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Semuanya dilakukannya dengan baik dan lancar.
"Lancar sekali melakukan ini, saya senang. Ke depannya mau semangat sampai bisa bikin pamean tunggal," katanya.