Ini tanggapan Ridwan Kamil soal usulan evaluasi rekomendasi Cagub Golkar

Oleh Mohammad Taufik pada 22 November 2017, 11:09 WIB

Bandung.merdeka.com - Posisi politik partai Golkar di Jawa barat ikut goyang usai ketua umumnya, Setya Novanto menjadi tahanan KPK. Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menginginkan adanya evaluasi terhadap keputusan Golkar dalam menyambut Pilkada serentak 2018.

Bakal Calon Gubernur Jabar Ridwan Kamil turut menanggapi pernyataan yang disampaikan Dedi Mulyadi. Sebagai calon yang didukung oleh Golkar, pria yang akrab disapa Emil ini menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus partai Golkar.

"Saya seperti biasa berterima kasih kepada Golkar sebagai institusi. Jadi keputusan mendukung saya kan dukungan institusi, bukan pribadi. Saya serahkan kembali dengan dinamika baru kepada mekanisme institusi," ujar Emil kepada wartawan di Taman Sejarah, Jalam Aceh, Selasa (21/11).

Emil mengungkapkan, dirinya berpegangan kepada pernyataan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham bahwa SK dukungan yang dikeluarkan oleh Golkar merupakan keputusan institusi, bukan individu.

"Dari awal juga dinamika pasti ada, tapi Pak Idrus Marham sudah menyampaikan bahwa yang namanya SK bukan keputusan individu tetapi institusi. Jadi perubahannya di level institusi," katanya.

Lebih lanjut Emil mengatakan, dirinya tidak khawatir jika Partai Golkar mencabut dukungan untuk dirinya dalam pencalonan di Pilgub Jabar. Hasil sejumlah lembaga survei yang merilis tingkat elektabilitas, menempatkan dirinya selalu berada di posisi teratas. Hal ini tentunya pasti menjadi pertimbangan partai.

"Apapun yang terjadi dalam proses ini batin Saya mah batin tawakal penuh dukungan Alhamdulillah, tidak ada dukungan berarti masyarakat sudah menyampaikan aspirasinya, ya kita jalani saja. Tapi kan hasil hari ini elektabilitas stabil berarti aspirasi rakyat juga menjadi perhatian dari partai ini," katanya.

Sementara itu, soal status Setnov, Ridwan Kamil menyebut tidak akan berdampak terhadap pencalonan dirinya di Pilgub Jabar. Menurut dia yang dilihat oleh masyarakat lebih ke sosok figur, bukan partainya.

"Yang namanya Pilkada itu adalah figur bukan institusi partai. Artinya masyarakat itu bisa memilah kalau urusan Pilkada maka isu figurnya, bermasalah atau tidak? terkena isu integritas atau tidak? Kalau isunya kepartaian biasanya masyarakat memberikan penilaian terhadap eksistensi partainya," ujarnya.

Emil mengaku yakin dengan hal tersebut sebab berkaca dari pengalamannya di Pilwalkot Kota Bandung 2013 lalu. Meski dirinya dapat menang di Pilwalkot, namun tersebut tak berbanding lurus dengan perolahan suara partai di pemilu legislatif

"Dulu partai pengusung Saya waktu menang di Pilwalkot, pas Pileg malah turun suaranya," katanya.

Namun demikian Emil mengaku sudah memperhitungkan konsekuensi dengan bergabungnya Golkar ke koalisi. "Lamun (Kalau) Saya sudah nerima (dukungan Partai Golkar), berarti saya makhluk berpikir sudah melakukan kajian," katanya menegaskan.

Emil minta calon wakilnya ditanyakan ke masyarakat

Adapun soal calon wakilnya, sejauh ini Ridwan Kamil masih mencari. Menurut dia ada sejumlah mekanisme yang dirancang untuk menjaring kandidat wakil. Namun demikian, partai koalisi ingin agar warga turut dilibatkan dalam memilih pendampingnya.

"Memang arahnya koalisi ini ingin agar wakilnya diserahkan, ditanya kepada masyarakat. Siapa-siapa dari (partai) yang sudah ada namanya ataupun belum yang dianggap bisa memperkuat eksistensi saya sebagai calon gubernur," ujarnya.

Emil menjelaskan, saat ini pihaknya masih mengomunikasikan mekanismenya bersama partai koalisi. Mekanisme bisa dilakukan melalui survei, tanya jawab dengan para ahli, ataupun opini dari tokoh Jabar.

"Sekarang prosesnya dikomunikasikan dan formatnya akan ditanyakan kepada masyarakat. Belum ke teknis. Saya bilang Minggu ini sedang mengkomunikasikan rencana tersebut. Mana yang paling pas dan yang paling memadai mendampingi Saya," katanya.

Melalui mekanisme tersebut, lanjut Emil, diharapkan mendapatkan hasil yang seadil-adilnya. Terlebih lagi saat ini masing-masing partai mengajukan kadernya.

"Bahwa saat Saya memutuskan (wakil) harus ada indikator input, indikatornya bertanya kepada masyarakat ke tokoh. Input itu diujung proses, Saya olah untuk mengambil keputusan. Yang dipilih pasti satu, minimal proses itu dilakukan. Kalau saya putuskan sekarang Saya engga punya indikatornya untuk mengambil keputusan paling bijak," katanya.

Tag Terkait