NU Jabar tak dukung calon kepala daerah yang pro full day school

Oleh Farah Fuadona pada 13 Agustus 2017, 03:05 WIB

Bandung.merdeka.com - Keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Barat menolak rencana pemerintah lewat program full day scholl atau sekolah lima hari. Sebagai peringatan NU Jabar juga sudah melontarkan pernyataan untuk tidak mendukung calon bupati / wali kota, sampai calon gubernur di Jawa Barat.

"Keluarga besar NU Jawa Barat peringatan bahwa kami tidak akan mendukung calon kepala daerah yang mendukung penerapan kebijakan full day school," kata Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Hasan Nuri Hidayatullah dalam saat ditemui di Kantor PWNU Jabar, Jalan Terusan Galunggung, Bandung, Sabtu (12/8).

Sekadar diketahui, Jabar akan menghadapi hajat demokrasi di 16 kabupaten/kota plus satu yakni ditingkat provinsi pada 2018 mendatang. Memiliki basis jamaah yang tersebar diseluruh wilayah, suara NU sendiri cukup strategis untuk cukup mendulang suara.

Dia menyampaikan beberapa alasan penerapan sekolah delapan jam sehari mengapa harus ditolak. Berdasarkan kajian dan pemantauan intensif bahwa mayoritas sekolah memang belum siap menerima kebijakan tersebut karena itu menyangkut infrastruktur sekolah.

"Kan katanya itu cuma memindahkan aktivitas menjadi di sekolah agar anak tidak terjerumus saja. Tapi sarana sekolah belum menunjang. Katanya kan aktivitas tidur, bermain, semua di sekolah," imbuhnya.

Lainnya kekhawatiran bahwa anak akan terjerumus dalam pergaulan bebas itu juga tidak sepenuhnya benar. Sebab kenyataannya sekolah-sekolah tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi lokal dan pendidikan agama. "Ini juga tidak semua orangpeserta didik bekerja sehari penuh utamanya mereka yang dipelosok. Belajar itu tidak selalu identik dengan sekolah. Interaksi sosial di luar lingkungan jugakan bagian dari pendidikan karakter. Sehingga kalau ada waktu di luar sekolah nilai tradisi tidak akan hilang," jelasnya.

Lebih lanjut dia menyatakan, jika full day school diterapkan ini juga akan menepis kekeliruan soal orang tua yang bekerja seharian di kantoran. "Itu hanyalah masyarakat perkotaan saja yang cuma sebagian kecil. Sisanya mereka yang bekerja disektor informal seperti pedagang, petani tidak seperti itu," imbuhnya.

Rektor UIN jakarta Dede Rosada menyatakan hal serupa. Sekolah delapan jam itu si anak didik waktunya hanya akan tersita dengan segala hal yang berkaitan dengan pendidikan yang tidak menyentuh kehidupan sosial di luar sekolah.

"Kami sangat mempertanyakan itu. Karena itu akan menyita waktu banyak. Semua nanti apa-apa di sekolah. Dia enggak punya waktu diluar sekolah.
‎Indonesia ini menjadi negara iman dan taqwa. Bangsa indonesia berkeyakinan akan lebih bisa bertahan dalam situasi apapun. Kita ketahui sekarang sering mendengar agenda bunuh diri hampir setiap minggu," jelasnya.

"Padahal kita mempunyao sistem pendidikan konpreshensif. Iman, taqwa ahlak mulia yang utama.  Kita ingin menjadi negara soleh, kreatif dinamis dan disenangi negara dunia. Biarkan siang dan sore itu anak belajar di luar. Belajar agama dan kehidupan sosial lainnya," ucapnya menambahkan.

Dengan begitu dia meminta Presiden Jokowi bisa mengkaji aturan yang digulirkan Mendikbud yang tertuang dalam Permendikbud No 23 Tahun 2017.

Tag Terkait