Rumah Zakat Kirim Tim Kemanusiaan ke Xinjiang Bantu Muslim Uighur
Bandung.merdeka.com - Saat ini, krisis kemanusiaan terjadi pada muslim Uighur di Xinjiang, China. Kondisinya memprihatinkan. Rumah Zakat mengambil langkah untuk membantu etnis muslim Uighur. Rencananya, tim kemanusiaan Rumah Zakat akan berangkat ke China untuk memberi bantuan.
Informasi yang diperoleh Rumah Zakat dari data PBB, sebanyak satu juta warga Muslim Uighur ditahan untuk dimasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi. Di sana, etnis muslim Uighur dipaksa untuk belajar bahasa Mandarin dan diajak meninggalkan keyakinkan mereka.
âAda satu juta pengungsi di Xinjiang. Pengamanan di sana sangat ketat makanya kami harus diplomasi G2G. Kami akan bantu apapun yang bisa kami bantu,â ujar CEO Rumah Zakat, Nur Effendi saat jumpa wartawan di Rumah Zakat, Jalan Turangga, Jumat (21/12).
Sementara itu, Chief of Program Officer Rumah Zakat, Murni Alit Baginda mengatakan, langkah yang paling konkret adalah dengan membangun solidaritas kemanusiaan bersama aliansi lembaga kemanusiaan dan NGO internasional.
Ia menjelaskan, peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri sangat dibutuhkan dalam menghadapi kondisi tersebut. Kementerian Luar Negeri diharapkan bisa melakukan upaya diplomasi berdasarkan prinsip politik bebas aktif untuk menciptakan perdamaian dunia dan menegakkan hak asasi manusia.
âRumah Zakat bersama Indonesian Humanitarian Aid (IHA) rencananya akan bertemu Kementerian Luar Negeri Rabu (26/12) mendatang. Selain itu, kami juga akan mendistribusikan bantuan bagi pengungsi Uighur di Turki, China dan Uzbekistan. Saat ini, tim kemanusiaan Rumah Zakat sedang mengurus visa keberangkatan ke sana,â jelasnya.
Rumah Zakat telah melakukan aksi simpatik dan doa bersama untuk Muslim Uighur yang diselenggarakan serentak di delapan kota hari ini, Jumat (21/12). Aksi simpatik adalah bentuk dukungan ril yang dapat dilakukan.
Kondisi terkini etnis muslim Uighur adalah adanya pendidikan massal di Xinjiang. Ada pula pelanggaran kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berpendapat, hambatan pendidikan, diskriminasi dan hukuman mati bagi tahanan politik.