Dhymas, penyair muda pemenang Lomba Menulis Puisi Ramadan

user
Farah Fuadona 27 Juni 2016, 11:57 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Muhammad  Adhymas Prasetyo (22) menjadi salah satu pemenang Lomba Menulis Puisi Ramadan yang digelar Majelis Sastra Bandung. Mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini menulis puisi tentang kekosongan jiwa dan pencarian.

Puisinya berjudul Turun Hujan Di Malam Ramadan yang kemudian diunggah di web Arena Studi Apresiasi Satra (ASAS) UPI menjadi “Akan Turun Hujan” Berikut adalah puisinya:

Akan turun hujan malam ini
Sementara di dalam kamar kata-kata lebih dulu
Jatuh dari sebuah puisi, menyisakan kekosongan
Kini tidak ada ruang paling sunyi kecuali dadaku

Akan turun hujan malam ini
Sementara Tuhan-Tuhan lebih dulu berjatuhan
Dari sebuah kitab suci, menyisakan aku
Dengan pisau waktu yang mengiris urat leher usiaku

Tiba-tiba hujan turun mengetuk bubungan kamar
Juga dadaku
Mungkin ini adalah bulan paling basah di sepanjang tahun
Mengapa musim tidak juga datang pada dahaga jiwaku?

Tidak ada lagi masa lalu, tidak ada seorang anak
Yang berusaha payah menggenapkan pertanyaannya.

Dhymas mengungkapkan, ia berusaha jujur dalam membuat puisinya. Sehingga mau tidak mau harus menjauh dari hal-hal klise tentang Ramadan. “Puisi Turun Hujan Di Malam Ramadhan itu tentang perasaan saya, tentang kekosongan jiwa,” ujarnya sembari tertawa.

Selama ini puisi sering dimaknai sebagai untaian kata penuh makna. Terlebih jika puisinya menyangkut spiritualitas Ramadan yang akan penuh dengan kata-kata mutiara.

Namun puisi Dhymas justru meragukan kebermaknaan puisi. Ia menuangkan pencarian spiritualnya baik sebagai pemuda maupun sebagai muslim, dalam bait Sementara Tuhan-Tuhan lebih dulu berjatuhan dari sebuah kitab suci. “Saya menyadari ternyata saya masih dalam masa pencarian,” katanya.

Puisi sendiri dibuat di bulan Ramadan yang jatuh pada bulan Juni, bulan yang basah karena disertai hujan. Namun hujan yang turun juga belum bisa mengisi kekosongan penyair atau penulis puisi.

“Jadi ini semacam pencarian jati diri bagi saya,” kata pria kelahiran Cirebon yang saat ini menjabat Ketua ASAS UPI.

Kredit

Bagikan