Joind Bayuwinanda, sosok di balik teater monolog Tan Malaka

user
Farah Fuadona 25 Maret 2016, 13:33 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Sukses pertunjukkan teater monolog Tan Malaka: Saya Rusa Berbulu Merah di IFI Bandung. Tak lepas dari sosok Joind Bayuwinanda. Melalui aktingnya aktor teater yang juga sibuk melatih akting para artis Ibu Kota. Tan Malaka kembali hadir kembali di abad ini.
 
Siapakah Joind Bayuwinanda? Joind adalah aktor dan sutradara kelahiran Jakarta 14 Mei 1970. Awal karir seni peran dimulai pada 1983, saat itu ia terlibat sebagai gitaris dan vokalis grup Karang Taruna pada kegiatan hari-hari Nasioanal, kemudian menjadi aktor panggung 17 Agustusan.
 
Bakat otodidak terus berkembang dan tak bisa dibendung sampai akhirnya ada di Gelanggang Remaja Jakarta Barat bersama Ikatan Drama Jakarta Barat. Di sinilah perjalanan panjang malang melintang dunia berkesenian itu dimulai.

Ia pernah menjadi Aktor terbaik pada Festival Teater Jakarta 1994-1995. Saat ini sedang mempersiapkan Monolog “Kucing Hitam” karya Edgar Allan Poe yang rencana akan di bawa keliling Indonesia
 
Ketika ditawari peran Tan Malaka oleh MainTeater Bandung, Joind sedang sibuk melatih artis. Di dunia kepelatihan artis, ia sudah menggelutinya cukup lama. Ia misalnya pernah acting coach/asstrada sitkom Office Boy I & Office Boy shift 2 Produksi In House RCTI (2006-2008).
 
Lalu menjadi acting coach sitkom “Di Cari,” staff pengajar sekolah Acting Helmi Yahya (HBA Bandung), Acting Coach sitcom “Sepakat Untuk Tidak Sepakat” In House B Channel, acting coach “Panah Asmara Arjuna” produksi ANTV, acting coach “Kontroversi Vicky” Produksi ANTV (2015).
 
“Sebelumnya saya memang pernah baca-baca Tan Malaka. Begitu ditawari perankan monolog oleh MainTeater Bandung, saya langsung mau,” kata Joind, di Bandung.
 
Di bawah arahan sutradara monolog Wawan Sofwan, ia ditawari naskah 35 halaman karya sastrawan Ahda Imran. Sebelum mulai berlatih, ia meminta sutradara tidak menjadikan dirinya Tan Malaka (1897-1949).
 
“Saya harus menafsirkan Tan Malaka sesuai pemahaman saya,” katanya.
 
Selama sebulan penuh ia berlatih. Perlu waktu 19 hari untuk menghapal naskah monolog. “Jadi ada rutinitas yang berubah, habis antar anak ke sekolah, saya mulai ngaji Tan Malaka,” katanya.

Latihan dipusatkan di Selasar Sunaryo Bandung. Di sana ia tidak hanya berlatih peran, tetapi berusaha mencerap sosok Tan Malaka agar bisa menjiwai saat pementasan. “Saya juga diajarkan yoga,” katanya.
 
Ia mengaku sangat menyukai kutipan-kutipan revolusioner Tan Malaka. Salah satu kutipan yang baginya sangat kuat adalah ketika Tan Malaka dipenjara, “Bila ada negara yang rela mati memenjarakan rakyatnya demi kapitalisme dan imperialisme maka itu adalah Republik Indonesia.”

Kredit

Bagikan