Senang sekali anak-anak usia SD dan SMP bisa pameran di IFI Bandung
Bandung.merdeka.com - Reza Taufik Aprilian tampak serius menyimak gambar-gambar karya teman-teman sekelasnya di komunitas belajar Rumah Bintang Bandung yang dipamerkan di Institut Francais d Indonesia (IFI) Bandung.
Karya-karya mereka terdiri dari burung, ikan, orang, bunga atau bagian tubuh manusia yang diwarnai dengan pensil warna. Anak-anak yang lain menampilkan kerajinan dari benang rajut, sabun atau malam, dan aplikasi tiga dimensi komputer.
Dalam pameran terkait 12 tahun Rumah Bintang itu, Reza memamerkan sebuah aplikasi yang dibuat dengan software solidwork. Siswa kelas tiga SMP ini mengaku menyiapkan aplikasinya sejak 2015 lalu bersama teman sekelasnya di Rumah Bintang, Muhammad Fikri Julian Saputra yang masih kelas enam SD.
Reza sangat senang bisa mengikuti pameran berjudul “12 Tahun Wujudkan Mimpi Bersama" dengan tema "Nusantara." Rumah Bintang merupakan komunitas belajar yang berdiri 2004 lalu. Komunitas ini memadukan konsep bermain dan belajar, konsep yang tidak dipakai di sekolah formal saat ini.
Rumah Bintang membuka akses bagi anak-anak untuk bermain sambil mengenal pelajaran. Pelajaran yang diberikan di Rumah Bintang disampaikan dengan cara-cara menyenangkan dengan dasar bahwa bermain adalah hak anak-anak.
Reza mengaku, belajar di Rumah Bintang berbeda dengan di sekolah formal. Ia bahkan lebih menyukai konsep belajar yang disampaikan Rumah Bintang daripada di sekolahnya.
Padahal pelajaran di Rumah Bintang tidak jauh berbeda dengan di sekolah formal, yakni bahasa asing, logika, etika dan komputer. Namun para mentor di Rumah Bintang menyampaikan pelajaran tersebut dengan cara yang ringan dan santai.
“Di Rumah Bintang bisa sambil bermain, lebih enak. Di sini saya belajar bahasa Inggris, membuat karya, film dan komputer,” kata Reza yang sejak 2010 ikut belajar di Rumah Bintang.
Di usianya yang ke-12 tahun, ia berharap Rumah Bintang makin maju dan makin banyak lagi muridnya. “Makin banyak murid akan makin banyak penerus,” kata Reza yang menggemari pelajaran komputer.
Siswa-siswi Rumah Bintang kebanyakan anak-anak sekitar sekretariat Rumah Bintang, yakni kawasan Nangkasuni, Jalan Wastukencana, Bandung. Anak-anak yang mengikuti kelas Rumah Bintang beragam usia, mulai TK hingga SMP. Mereka belajar di komunitas ini tanpa dipungut biaya atawa gratis.
Davi misalnya, sisiwi kelas TK ini turut memamerkan karya hiasan dari benang rajut bersama kakak kelasnya, Arqyanu yang kelas lima SD. Sebelum pameran di IFI Bandung dibuka, anak-anak Rumah Bintang terus berdatangan.
Dengan suara berisik dan lepas, mereka memburu karya-karya mereka maupun karya temannya. Jika bertemu dengan para mentor, mereka tidak sungkan menyapa “hallo” atau salam sambil melakukan tos tangan.
Ketua pelaksana acara, Eko Wiryawan menjelaskan, pameran tersebut seperti menghadirkan kelas Rumah Bintang di IFI Bandung. Diharapkan pameran menjadikan inspirasi bagi pengunjung, khususnya bagi dunia pendidikan.
“Salah satu latar belakang pendirian Rumah Bintang 12 tahun lalu adalah menghadirkan konsep pendidikan yang menyenangkan, bahwa hak anak-anak adalah bermain,” kata Eko, kepada Merdeka Bandung.
Ia mengaku prihatin dengan beratnya pelajaran sekolah formal terutama SD. Belum lagi hampir tiap hari anak-anak SD sekarang dibebani pekerjaan rumah (PR). Padahal di negara maju, anak-anak usia SD justru diberi keleluasaan bermain.
Di luar negeri, kata Eko, pelajaran berat justru diyakini tidak akan membuat anak-anak pintar. Anak-anak akan terbebani dengan pelajaran berat itu. “Bermain adalah hak anak. Bermain dengan cara mereka. Kita sebagai pengajar harus mengikut fesyen mereka,” kata Eko yang di Rumah Bintang bertanggung jawab mengelola kelas profesi.