Merekam kehidupan jalanan lewat Komunitas Bandoeng Photostreet
Bandung.merdeka.com - Kehidupan di jalan memiliki daya tarik tersendiri bagi Komunitas Bandoeng Photostreet Shooter. Sebagai komunitas foto jalanan, mereka mengabadikan kehidupan di jalan lewat lensa kamera.
Sebulan sekali, mereka berkeliling Kota Bandung untuk melakukan nyetrit. Pelesetan dari photostreet yang artinya hunting foto jalanan. Sebuag genre fotografi yang mulai merebak di Bandung terutama di kalangan anak muda.
Bandoeng Photostreet Shooter didirikan oleh fotografer Rimba Anggara Rusli setahun lalu. Anggota komunitas ini kebanyakan anak muda Bandung yang gemar fotografi dan jalan-jalan. Sekali nyetrit, tidak kurang 10 pegiat yang ikut.
"Lokasi nyetrit kebanyakan di dalam kota Bandung, seperti tempat-tempat favorit Alun-alun, Jalan ABC, Pasar Baru, Stasiun, dan yang terbaru ke Astana Anyar," kata salah seorang penggigat Bandoeng Photostreet Shooter, Algi Febri, 18 tahun, kepada Merdeka Bandung.
Komunitas ini memiliki semacam tagline: lewat nyetrit mereka sama dengan merekam peradaban. Karena kalau motret di gedung ini tahun ini belum tentu sama dengan motret gedung ini tahun depan, bisa saja desainnya sudah berubah, catnya sudah ganti. Maka dari itu kita merekamnya, jelasnya, diamini pegiat lainnya, Desta Dani Syarif, 20 tahun.
Destra menambahkan, rencananya dari hasil nyetrit sudah ada foto-foto yang diseleksi untuk dibukukan. "Saya dan Ali mau bikin buku. Meski sekarang baru seleksi foto-foto saja untuk bahan buku," katanya.
Menurut Destra, sudah banyak sekali karya foto yang dihasilkan komunitasnya. "Kita inginnya merekam Bandung dari tahun ke tahun," tambahnya.
Misi lain komunitas ini adalah mempopulerkan photostreet alias street photography di Bandung. Ali menjelaskan, street photography memotret segala peristiwa yang terjadi di jalanan mulai pedagang kaki lima, pasar, orang yang lewat, gedung bersejarah, dan lain-lain. "Di luar negeri genre foto ini sangat popular. Kita ingin di Bandung juga gitu," ujarnya.
Ciri khas komunitas ini, kata pria berkacamata ini, selalu berinteraksi dengan objek yang menjadi sasaran tembak. Misalnya, komunitas menjalin kontak atau interaksi dengan pedagang pasar, berbincang dengan kaki lima, dan seterusnya.
"Dalam foto lebih baik ada interaksi dengan warga daripada mengambil diam-diam. Kalau interaksi kan storinya dapat," jelasnya.
Ia menambahkan, street photography memotret orang-orang yang tidak dikenal yang kadang dalam kehidupan sehari-hari kurang diperhatikan. Perbedaan street photography dengan foto jurnalistik memang tipis sekali.
Untuk bergabung ke komunitas ini tidak ada persyaratan khusus. Yang penting, calon anggota menjadi anggota di Facebook untuk mengetahui jadwal hunting foto terbaru. Jika berminat ini alamat Facebook mereka: https://www.facebook.com/groups/1499736486954457/?ref=br_tf.
"Mengenai jenis kamera, komunitas ini membebaskan kamera yang dipakai peserta, bisa SLR, Poket, bahkan HP. Yang penting kita suka jalan-jalan dan fotografi," katanya.
Di sela hunting foto biasa digelar diskusi atau sharing karya. Dalam acara ini masing-masing anggota mengungkapkan pengalaman dan pengetahuan memotret. Tidak jarang acara sharing ini berisi saling berbagi teknik fotografi.
Intinya sih dalam acara sharing kita mendapat ilmu dan wawasan. Sedangkan dengan bergabung dengan komunitas kita menjadi banyak teman dan jaringan, tambah Destra. Pria jangkung ini menambahkan hunting foto terbaru dilakukan di Pasar Astana Anyar Bandung.