100 Lilin tutup peringatan Hari Tari Sedunia di Bandung

user
Farah Fuadona 01 Mei 2016, 18:18 WIB
untitled

Hari Tari Sedunia (World Dance Day) ditutup dengan upacara menyalakan 100 lilin untuk wafatnya tokoh tari Tjetje Soemantri. Aksi menyalakan lilin dilakukan di halaman Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Sabtu malm (30/4) yang diawali dengan salah satu tarian karya Tjetje Soemantri.
 
Tjetje Soemantri adalah seniman tari modern yang banyak melahirkan karya tari, antara lain tari merak, tari kupu-kupu dan tari sulintang. Jasa-jasa Tjetje mendapat penghormatan khusus dalam peringatan Hari Tari Sedunia yang digelar Kelompok Anak Rakyat (Lokra) itu.

Sebelum penyalaan lilin, tujuh penari muda memainkan tari sulintang, sebuah seni tari yang penuh dengan gerak gemulai tersebut. Tarian mereka diiringi lagu tradisional Sunda.
 
Dingin malam tak menghalangi para penari muda itu menari. Sementara asap dupa mengepul keluar dari salah satu jendela GIM yang terbuka. Di balik jendela tersebut dipajang foto Tjetje Soemantri.

Menyalakan 100 lilin di Hari Tari Internasional
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana



 
Usai menari, para penari dan peserta Hari Tari Sedunia mulai menyalakan 100 lilin yang dibentuk tulisan “Tjetje”. Ketua Lokra, Gatot Gunawan, kemudian membagikan piagam atau sertifikat kepada peserta World Dance Day yang sudah mengisi acara sejak Jumat lalu (29/4).
 
Mengenakan pakaian tradisional, Gatot menjelaskan Tjetje merupakan maestro tari yang jasa-jasanya patut dihormati. Untuk itu komunitas Lokra yang dipimpinya secara khusus menggelar semacam tribute lewat Hari Tari Sedunia-Bandung yang tahun ini mengusung tema “Friendship & Brotherhood.”
 
Ada 200 penari yang berpartisipasi dalam Hari Tari Sedunia yang digagas lokra tersebut. Mereka menari di GIM, Jalan Asia Afrika, dan di TPU Sirnaraga tempat Tjetje dikuburkan. “Lewat World Dance Day ini kita berharap ada rasa memiliki masyarakat terhadap kesenian tari. Saat ini rasa mememiliki itu masih kurang,” kata Gatot.

Untuk diketahui, Tjetje Soemantri meninggal 53 tahun lalu. Pria kelahiran Purwakarta 1892 itu malang melintang mempelajari tari kemudian mengamalkannya. Di zamannya tari yang diciptakannya adalah tari kreasi baru atau modern.
 
Tarian Tjetje Soemantri banyak dipertunjukkan dalam acara kenegaraan sebagai bagian dari diplomasi budaya. Kini tarian-tarian Tjetje menjadi tarian klasik.

Kredit

Bagikan