Rumah ini jadi saksi perjuangan Inggit Garnasih merebut kemerdekaan
Bandung.merdeka.com - Sebuah rumah di Jalan Ciateul (Jalan Inggit Garnasih) menjadi peninggalan Inggit Garnasih, istri Presiden Pertama RI Soekarno di masa perjuangan kemerdekaan. Di rumah ini Inggit banyak membantu Soekarno yang kala itu masih kulih di ITB.
Ketika Soekarno dibuang Pemerintah Belanda ke Ende, NTB, Inggit memutuskan menjual rumah itu dan ikut ke pembuangan. Di Ende, Inggit bercerai dengan Soekarno. Ia kemudian kembali ke Bandung, rumah itu pun kembali dibeli.
“Karena punya kenangan dengan Bung Karno, Ibu Inggit ingin memiliki kembali rumah yang di Ciatel. Rumah lalu dibeli lagi, dibangun lagi, awalnya hanya rumah panggung,” kata seniman dari Kelompok Anak Rakyat, Gatot Gunawan, kepada Merdeka Bandung.
Gatot bersama kelompoknya menggelar peringatan hari lahir Inggit Garnasih 17 Februari lalu. Sebelum peringatan itu, ia melakukan riset termasuk ke keluarga H Sanusi, suami pertama Inggit Garnasih.
Pantauan Merdeka Bandung, rumah tersebut bercat putih dengan arsitektur klasik. Jendela-jendela besar menghiasi rumah. Dinding rumah sebagian terbuat dari bata dan bagian bawahya dari batu alam.
Rumah yang kini dinamai Rumah Bersejarah Inggit Garnasih itu menempati lahan seluas 270 meter persegi dengan luas bangunan 170 meter persegi. Nama rumah terpampang melalui spanduk yang ditempel di pagar besi.
Inggit adalah perempuan kelahiran Banjaran, Kabupaten Bandung, 17 Februari 1888. Ia meninggal tahun 1984.
Gatot menuturkan, peran Inggit sangat besar dalam membantu perjuangan Soekarno. Inggit mendampingi Soekarno saat di sidang dengan tuduhan mendirikan Partai Nasional Indonesia. Begitu juga saat Soekarno dijebloskan Pemerintah Belanda ke Lapas Sukamiskin, Bandung, ia sabar membesuk hingga menyelundupkan buku dan mengabari situasi negeri.
Ia sering jalan kaki Ciateul-Sukamiskin yang jaraknya belasan kilometer. Selama membesuk suami, Inggit rajin puasa untuk menguruskan perutnya. Dengan begitu ia bisa menyelundupkan buku bacaan keperluan Soekarno di balik bajunya.
Petugas penjara sangat mengawasi Soekarno selama dipenjara. Arus komunikasi dari pembesuk sangat dibatasi. Untuk menyiasati pembatasan itu, Inggit menyampaikan informasi melalui kode tertentu yang dibuatkan pada makanan untuk Soekarno.
Kadang kode itu ia buat pada telur yang ditandai dengan titik. Titik satu artinya keadaan aman, titik dua rumah sedang digeledah, dan titik 3 sedang razia besar-besaran.
Inggit mendapatkan informasi tentang pergerakan nasional karena ia aktif membantu rapat-rapat tokoh pergerakan. Selama membantu itu ia memasang telinga, menyerap setiap informasi penting dalam rapat. Informasi itu kemudian disampaikan kepada Soekarno.
“Inggit berjuang dengan cara dia sebagai ibu rumah tangga. Ia berjualan bedak dan jamu untuk menyokong perjuangan. Spirit pengorbanan beliau begitu tulus, ingin menjadikan suami sebagai orang yang memerdekakan negeri walau hanya sampai gerbang,” kata Gatot.
Inggit layak mendapat gelar pahlawan. Tetapi yang terpenting, kata Gatot, masyarakat tahu bahwa jasa Inggit sangat besar dalam mendukung kemerdekaan. “Soal gelar pahlawan, kalau pemerintahnya sadar seharusnya beliau mendapat gelar pahlawan,” katanya.