Saling peduli, sisi lain Manusia Silver

user
Farah Fuadona 25 Januari 2016, 10:26 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Hampir sebagian besar alasan para 'Manusia Silver' yang mengemis di sejumlah perempatan jalan di Bandung, murni karena desakan ekonomi. Para Manusia Silver ini berasal dari beragam usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Seperti diungkapkan Agus (35), Ayah dari dua anak ini terpaksa menjalani pekerjaan mengemis di jalanan. Sembari melumuri seluruh tubuhnya dengan cat berwarna silver karena tuntutan ekonomi.

Sebagai kepala rumah tangga, dirinya harus mencukupi kebutuhan istri serta dua anaknya yang saat ini masih berumur sembilan tahun dan lima tahun.

"Yang penting anak sama istri bisa makan. Dari pada mendapatkan Rp 500 ribu tapi harus membunuh orang, mending seperti ini," ujar Agus  kepada Merdeka Bandung saat ditemui di Jalan Pasteur, Minggu (24/1).

Sebelum menjadi Manusia Silver, pria berambut gondrong ini sehari-hari berjualan stroberi di perempatan Jalan Pasteur - Pasirkaliki. Namun karena faktor cuaca, pasokan stroberi dari pemasok di Ciwidey terhenti. Keadaan ini membuat dirinya tidak bisa berjualan.

Lain halnya dengan Hendri (28). Pria asal Cibogo ini sehari-hari menjadi supir angkot Sarijadi. Jika sedang tidak narik angkot dirinya beralih menjadi Manusia Silver.

"Ya lumayan buat nambah-nambah kebutuhan sehari-hari," ujar ayah dari empat anak ini.

Terlepas dari latar belakang mereka turun ke jalan, rupanya kekerabatan antar sesama Manusia Silver ternyata begitu erat. Agus mengungkapkan, meskipun  mereka berasal dari berbagai latar belakang, namun saat mereka sedang mengalami kesulitan mereka saling membantu.

"Di sini kan ada 12 orang (Manusia Silver). Mereka  datang dari berbagai tempat. Seperti kemarin saat saya sakit mereka udunan (patungan). Ada yang udunan Rp 3 ribu, Rp 5 ribu. Mereka pada nengok ke rumah," ujar Agus.

Tak hanya itu lanjut Agus, untuk urusan tempat tinggal rekan-rekan sesama 'Manusia Silver' juga sering patungan untuk mengontrak rumah.

"Ya  mereka juga sering udunan untuk ngontrak  rumah. Tinggal bersama-sama, iu yang membuat kekerabatan kami menjadi erat," ungkap dia.

Agus mengaku selain mencari uang di jalan, dirinya kerap diundang dalam beberapa acara. Dengan penampilan khas mereka yang mengecat seluruh tubuhnya rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi penyelenggara acara di Bandung.

"Seperti waktu acara tahun baru di Jalan Asia Afrika. Tugas  kami hanya diminta mengantar tamu dengan penampilam kami yang seperti ini (mengecat tubuh warna silver). Waktu itu dapat Rp 800 ribu saya dan teman saya berempat. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi," ungkapnya.

Kredit

Bagikan