Teliti game anak Baduy, pendiri Komunitas Hong dapat gelar doktor ITB
Bandung.merdeka.com - Pendiri Komunitas Hong, Mohamad Zaini Alif, mempertahankan disertasi dalam sidang doktor di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pria kelahiran Subang 1975 ini lulus dengan yudisium cum laude.
Dalam Sidang Terbuka Komisi Sekolah Pascasarjana, Sabtu (18/6), pria yang akrab disapa Zaini itu menyusun disertasi berjudul "Konsep Desain Vernakular Melalui Bentuk Transmisi Nilai Keindahan pada Mainan dan Permainan Anak di Baduy Dalam."
Disertasi tersebut sebagai syarat untuk mendapat gelar doktor pada Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain ITB yang ditempuh Zaini sejak 2012.
Sidang tersebut dihadiri perwakilan masyarakat Baduy Luar dengan tim promotor: Agus Sachari, Setiawan Sabana dan Imam Santosa.
Ketua Tim Promotor, Agus Sachari, menyatakan Zaeni merupakan sarjana yang konsisten mendalami permainan tradisional anak-anak. Minatnya mulai tumbuh sejak ia kuliah Strata 1 dan berlangsung hingga kini.
Bahkan, lanjut dia, Zaini kemudian melakukan penelitian permainan tradisional sebagai disertasinya. Bidang keilmuan yang digeluti Zaini amat langka dalam dunia keilmuan.
"Untuk diketahui keahlian di bidang ini (permainan tradisional) amatlah langka sehingga bisa disebut sebagai perintis keilmuan baru di Indonesia," kata Agus Sachari.
Zaini juga dinilai mememiliki keyakinan mendalam dan seriusbahwa permainan tradisional bisa membentuk kreativitas dan nilai-nilai positif pada anak.
Zaini melakukan penelitian untuk disertasinya selama tiga tahun yang dimulai pada 2012. Selama itu ia harus pulang-pergi ke Baduy Dalam. Untuk bisa masuk ke Baduy Dalam, ia harus meminta izin ke orang-orang Baduy Luar.
Perjalanan dari Baduy Luar menuju Baduy Dalam dilakukan dengan jalan kaki melewati hutan dengan jarak 13 kilometer. Jika kemalaman ia terpaksa menginap di hutan.
Selain itu, orang Baduy Dalam memegang adat yang sangat kuat. Zaeni tidak diperkenankan memakai kamera, wawancara sangat terbatas. Untuk menggambarkan permainan tradisional, ia membuat sketsa-sketsa.
Namun sebelum penelitian, ia harus melewati banyak tahapan, mulai dari izin ke sesepuh, jaro, wakil jaro, kemudian puun. Semua istilah tersebut hirarki kepemimpinan adat masyarakat Baduy Dalam.
"Di sana ada 35 lebih permainan anak. Tapi di sana tidak dikenal permainan. Istilah yang dipakai untuk permainan adalah pagawean barudak (pekerjaan anak-anak)," kata Zaini.
Dari 35 permainan di Baduy Dalam, ia menjadikan 10 permainan sebagai objek penelitiannya, yakni kancung (berfungsi untuk menangkap burung), pitondok (untuk menangkap tupai), budeng (perangkap) dan lain-lain.
Zaeni menyimpulkan permainan atau pagawean barudak di masyarakat Baduy Dalam sebagai media pola asuh orang tua pada anaknya. Lewat permainan seorang anak dikenalkan pada lingkungan, budaya dan masyarakatnya.