Album baru band metal veteran Bandung, Infamy 'disidang' di Pengadilan Musik
Bandung.merdeka.com - Acara Pengadilan Musik episode ke-20 kembali digelar di Kantin Nasion Rumah The Panas Dalam Bandung, Jumat (16/2) malam. Kali ini band metal yang telah meramaikan perkembangan musik sejak 1994, 'Infamy' dipanggil ke Pengadilan Musik untuk 'diadili' atas album terbaru mereka bertajuk 'Harum Scarum'.
Kali ini, band yang beranggotakan Andri Maryana (vokal), Ajie Setia Nugraha (gitar), Ricky Rizal Fauzy (gitar), Ghea Ghufrhoni (bass), dan llham Permana Sidik (drum) mendapat giliran untuk diuji ketahanannya dalam mempertanggungjawabkan karya-karya yang sudah mereka hasilkan.
Mereka dianggap cukup membuat ricuh ranah musik Indonesia, dan sudah seharusnya diadili demi membuktikan apakah karya mereka layak untuk dinikmati secara luas.
Infamy sendiri pertama kali merilis album perdana pada 2003 lalu. Album mereka bertajuk 'lnfamy' dirilis, tepat sembilan tahun dari saat mereka dibentuk. Tujuh tahun berselang dalam, album kedua dengan titel 'Hatremonial' rampung di tahun 2010. Lewat dua album ini, mereka memperkenalkan pola permainan instrumen yang terbilang asing saat itu, yaitu dengan menggunakan gitar tujuh senar dan bass dengan lima senar.
Masa 'matisuri' mereka berakhir ketika kembali menghajar medan tempur musik cadas dengan dirilisnya album terbaru bertajuk Harum Scarum.
Persidangan terbuka ini diisi oleh sejumlah tokoh dan musisi di Bandung. Man (Jasad) bertindak sebagai Hakim yang didampingi oleh Panitera Edi Brokoli. Sementara rentetan pertanyaan dan tuntutan dilontarkan oleh Budi Dalton dan Pidi Baiq sebagai Jaksa Penuntut. Sementara tim pembela yaitu Ebenz (Burgerkill) dan Yoga (PHB).
Acara pengadilan musik berlangsung menarik dan penuh gelak tawa. Ratusan Infamylia (penggemar Infamy) tampak memadati tempat acara. Dalam persidangan yang didalangi hakim ketua, Man Jasad, itu tidak jarang terjadi perdebatan seru antara duo jaksa penuntut umum versus duet pembela, Ebenz Burgerkill dan Yoga PHB. Tentu saja itu menjadi tontonan menarik, karena masing-masing kubu berargumen yang menyulut tawa penonton.
Gitaris Infamy, Ajie menjelaskan arti dari nama album terbaru mereka yang bertaju Harum Scarum. Menurut Ajie, istilah Harum Scarum sendiri bukan dibentuk tanpa arti. Ada beberapa makna yang mereka adopsi dan dirasa mewakili isi dari album ini.
"Secara bahasa, istilah Harum Scarum merupakan penggambaran dari seseorang yang bertindak tanpa perhitungan atau terburu dengan nafsu," kata Ajie di hadapan para jaksa penuntut.
Selain diartikan secara bahasa, Harum Scarum juga merujuk pada istilah Helter Skelter yang dipopulerkan oleh Charles Manson sebagai penggambaran atas kebangkitan kaum-kaum yang tertindas. Istilah ini kemudian direspon oleh grup musik legendaris, The Beatles. Infamy juga menambahkan bahwa Harum Scarum bisa menjelma menjadi sebuah mantra untuk tujuan tertentu.
Total ada sembilan lagu yang terdapat dalam album ini. Hal ini menjadi bukti bahwa kualitas mereka sudah patut disejajarkan dengar band-band metal lainnya. Ajie menyebut bahwa Infamy tetap menggunakan gitar tujuh senar dan bass dengan lima senar. Hal ini menjadi ciri khas Infamy untuk lebih mengeksplor karya mereka lebih luas.
"Ya dengan gitar 7 senar dan bass 5 senar ini kita ingin lebih mengeksplore karya kita lebih luas lagi. Kita imgin memberi warna dan pengembangan sound yang semakin matang. Ini juga menjadi ciri khas Infamy. Supaya beda dengan band lain," katanya.
Perwakilan DCDC Kota Bandung, Yosep Ruru mengatakan pengadilan Musik salah satu program DCDC yang secara rutin mengundang dan mengkaji materi-materi terbaru dari band-band independen tanah air yang aktif dalam membuat karya. Lewat program ini karya mereka akan diapresiasi oleh hakim, jaksa dan pembela yang merupakan para musisi.
"Pengadilan musik ini untuk mengapresiasi karya independen band yang ada di Indonesia. Dalam episode ini kita hadirkan Infamy, karena setelah lama vakum di dunia musik cadas. Kami mencoba mengapresiasi mereka dari tidur lamanya setelah menghadirkan album terbaru mereka. Ditambah mereka punya keunikan dengan gitar senar 7 dan bas 5 senar," kata Yosep.
Dia berharap lewat program ini dapat membangun kreativitas para musisi lokal untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Sehingga dapat lebih dikenal luas oleh masyarakat.
"Kita berharap ide-ide kreatif mereka bisa keluar sehingga bisa menghasilkan karya lebih baik lagi. Karena musik tak hanya sekadar memainkan, tetapi dijiwai. Lewat pengadilan musik ini bukan hanya pementasan musik tapi menampilkan sesuatu yang berbeda," katanya.
Di akhir acara, Hakim Man Jasad membacakan putusannya. Dia mengatakan bahwa Infamy bebas dari tuntutan dan karya mereka dinyatakan layak untuk dikonsumsi oleh pubIik.