Masjid Besar Cipaganti, heritage dengan arsitektur Jawa-Eropa
Bandung.merdeka.com - Masjid Besar Cipaganti menjadi salah satu masjid paling tertua di Bandung. Dirancang oleh arsitek kondang C. P. Wolf Schoemaker pada 1933. Latar belakang pendirian masjid terkait rencana pemindahan pusat pemerintahan Bandung dari Deyeuhkolot ke Kota Bandung saat ini di masa Hindia Belanda.
Hingga kini masjid tersebut masih berdiri anggun di Jalan Wiranatakusumah atau Jalan Cipaganti, Bandung. Arsitektur bangunan masjid masih dipertahankan sesuai aslinya. Bentuk masjid memanjang dari selatan ke utara.
Arsitektur masjid memadukan unsur arsitektur Jawa dan Eropa. Unsur Jawa terlihat dari sebuah menara segi tiga yang juga menjadi kubah masjid. Semua genting masjid menggunakan kayu sirap. Sedangkan bagian depan bangunan disangga pilar-pilar yang mewakili arsitektur Eropa.
Bagian dalam Masjid Besar Cipaganti
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana
Di bagian dalam, terdapat tiang-tiang kayu jati yang menjadi penyangga masjid. Tiang tersebut terbuat dari kayu jati tanpa sambungan. Model arsitektur Masjid Besar Cipaganti seidikit mirip dengan Masjid Agung Cirebon, Banten dan Demak yang dibangun Wali Songo.
Sejumlah prasasti atau piagam dipasang di bagian luar Masjid Besar Cipaganti. Prasasti tersebut menyebutkan bahwa Masjid Besar Cipaganti adalah bangunan Cagar Budaya yang dilindungi Undang-undang. Nama awal Masjid Besar Cipaganti adalah Masjid Kaum Cipaganti. Nama lain dari Masjid Besar Cipaganti adalah Mesjid Raya Cipaganti.
Mengenai perubahan nama, sesepuh Masjid Besar Cipaganti, Uju Dimyati, menjelaskan pembangunan masjid terkait dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan Bandung di zaman Belanda.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu meminta pemerintahan dipindahkan ke kota Bandung saat ini. Bupati Wiranata Kusumah II dan para tokoh kemudian mencari lokasi yang tepat sebagai pusat pemerintahan. Maka Cipaganti menjadi pilihan yang kemudian diajukan ke pemerintah Hindia Belanda.
Â
Sesepuh Masjid Besar Cipaganti Uju Dimyati
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana
âSebelum mulai melakukan pemindahan pusat pemerintahan Bupati Wiranata Kusumah II mengusulkan mendirikan masjid di sini. Usul itu diterima Belanda,â tutur Uju saat berbincang dengan Merdeka Bandung, Selasa (7/6).
C. P. Wolf Schoemaker kemudian menjadi arsitek pembangunan masjid. Menurut Uju, pelaksanaan pembangunan terbilang cepat, hanya setahun. âJadi 1933 ide pembangunan, tahun 1934 sudah selesai,â kata pria asal Tasikmalaya berusia 75 tahun.
Ukuran masjid pada 1933 memang jauh lebih kecil dari ukuran yang sekarang. Perluasan bangunan baru dilakukan pada 1965. Namun penambahan tersebut berusaha meniru bangunan aslinya, termasuk dengan genting yang terbuat dari kayu sirap.