Ratusan warga Bandung tertipu investasi bodong berbasis MLM

user
Farah Fuadona 16 September 2017, 14:19 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Puluhan warga Bandung mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional Jawa Barat melaporkan sebuah perusahaan investasi. Kedatangan mereka mewakili ratusan korban yang merasa tertipu oleh perusahaan investasi berbasis multi level marketing (MLM) bernama Talk Fusion.

Perwakilan korban, Azis Asopari mengatakan dirinya bersama ratusan warga lainnya merasa tertipu dengan investasi yang diikutinya di Talk Fusion. Talk Fusion dikatakannya adalah perusahaan MLM yang menjual aplikasi informasi dan teknologi.

Perusahaan yang didirikan di Tampa Florida Amerika Serikat sejak tahun 2007 ini masuk ke Indonesia pertama kali pada tahun 2012 yang dibawa oleh Mario Halim dan Marselinus Halim. Seluruh kegiatan TF diselenggarakan oleh perusahaan Indonesia, V Trust. Lewat pemasaran tersebut para korban dijanjikan mendapatkan keuntungan jika berhasil merekrut anggota baru.

Aziz mengatakan, bersama korban lainnya merasa tertipu karena ternyata perusahaan ini belum memiliki izin. Bahkan oleh OJK perusahaan ini dirilis sebagai perusahaan investasi bodong oleh OJK pada Januari 2017 lalu. Talk Fusion masuk dalam 80 perusahaan investasi bodong karena tidak memiliki izin.

"Kami menuntut OJK memberhentikan operasional Talk Fusion," kata Aziz di Kantor OJK Regional Jawa Barat, Jumat (15/9).

Para korban , lanjut Aziz merasa ditipu karena ternyata perusahaan ini belum memiliki izin operasional di Indonesia. Padahal awal bergabung, pihak Talk Fusion meyakinkan bisnis online ini tidak memerlukan izin.

"Pada saat kami masuk, sudah kami tanyakan mengenai perijinan, dan jawabannya adalah bisnis Talk fusion adalah bisnis online sehingga tidak perlu ijin dari pemerintah Indonesia karena sudah terdaftar di DSA ( Direc selling Assosiation). Kami baru tahu bahwa Talk Fusion ilegal dan tidak berizin ketika awal Januari 2017 OJK mengeluarkan 80 daftar perusahaan yang tidak berijin alias bodong. Dilanjutkan lagi pada akhir Januari keluar surat dari Kabaintelkam mengenai 80 perusahaan bodong dimana TF ada di urutan ke 71," katanya.

Aziz mengatakan rilis perusahaan investasi bodong membuat mereka tidak bisa menjalankan bisnis penjualan aplikasi dan merekrut anggota baru untuk mendapat keuntungan. Investasi yang ditanamkan pun tidak membuahkan hasil sejak mendaftar.

Ia mengaku para korban awalnya menginvestasikan minimal Rp 30 juta. Satu orang bahkan ada yang ikut menginvestasikan anggota keluarganya hingga miliaran. Dari investasi tersebut, mereka dijanjikan keuntungan 150 dolar Amerika untuk perekrutan setiap anggota barunya karena sistemnya MLM.

"Kami para pelapor berjumlah sekitar 300 orang dengan kerugian saat masuk sekitar kurang lebih Rp 12 Miliar," ungkapnya.

Namun hingga berjalan beberapa bulan, belum ada tindaklanjut dan kejelasan atas perusahaan investasi ini. Mereka pun merasa tidak mendapat keuntungan yang dijanjikan dari investasi yang ditanamkan. Padahal investasi yang ditanamkan dinilai tidak sedikit.

Sementara itu, pihak Talk Fusion disebutnya tidak kooperatif dalam komunikasi dengan anggotanya yang telah terdaftar investasi. Beberapa waktu lalu pihak Talk Fusion berjanji akan menghentikan aktivitasnya sambil mengurus izin. Namun nyatanya sampai saat ini TF tetap beroprasi di Indonesia, acara besar terakhir yang diadakan adalah Diamond Days pada tanggal 17-18 Juni 2017 lalu di Surabaya. Rencananya mereka juga akan mengadakan acara lnternasional HERO di Jakarta pada tanggal 22-25 September 2017 mendatang.

Oleh karenanya, puluhan warga yang mewakili ratusan korban dari berbagai profesi ini kembali mendatangi OJK untuk meminta kejelasan. Berdasarkan hasil pertemuan, OJK Jawa Barat dikatakan Aziz belum mau mengambil sikap dan menunggu instruksi dari pusat.

"OJK katanya akan membuat rilis (perusahaan bodong) tapi sampai saat ini, hari ini kami datang dan OJK belum mau merilis ulang karena ini keputusan OJK pusat katanya," katanya.

Begitu ada pengumuman tersebut, mewakili korban lainnya, ia telah mengambil langkah dengan melaporkan ke OJK Jawa Barat, Polrestabes Kota Bandung, Satgas Waspada lnvestasi di Jakarta serta Bareskrim juga Kementerian Perdagangan. Mereka mengaku akan menunggu penyelidikan yang saat ini ditangani Bareskrim Polri.

Kredit

Bagikan