Mohamad Sobar: Merokok juga sebagai pilihan politik

user
Farah Fuadona 21 September 2016, 10:54 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Budayawan Mohamad Sobary mulai merokok pada usia 58 tahun, setelah meneliti kehidupan petani tembakau di Temanggung, Jawa Tengah. Penelitian tersebut kemudian menjadi bahan desertasi doktornya di Universitas Indonesia (UI).

Tidak hanya menghasilkan disertasi yang kemudian menjadi buku berjudul "Perlawanan Politik & Puitik Petani Tembakau Temanggung", ayah dua anak ini pun memutuskan merokok.

"Saya mulai merokok di usia 58 tahun," katanya dalam diskusi bedah buku "Perlawanan Politik & Puitik Petani Tembakau Temanggung" di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Selasa (20/9).

Mohamad Sobary memutuskan pensiun dini sebagai peneliti kebudayaan dan agama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2008. Pada 2010 ia turun ke lapangan, berada di tengah-tengah petani tembakau Temanggung. Sejak itulah ia mulai belajar merokok.

"Sekarang saya punya empat pipa rokok dari gading yang harganya mahal, semuanya pemberian. Ada satu cangklong pemberian dari Fidel Castro (Presiden legendaris Kuba)," tuturnya.

Pertama merokok, dua anak perempuannya protes. Begitu juga istrinya. Ia kemudian menulis bahwa dirinya merokok sebagai pilihan politik. Merokok juga sebagai perlawanan dan ideologis.

"Sejak itu saya merokok di mana saja, istri saya juga kagum," katanya.

Ia meneliti petani tembakau Temanggung selama setahun penuh, dari 2010-2011. Dari situ ia mendapatkan banyak data yang menjadi bahan desertasinya.

Objek penelitiannya adalah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) yang berbasis di Temanggung. APTI membentuk Laskar Kretek. Laskar ini dibentuk untuk melindungi petani tembakau yang terancam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang pengamanan bahan-bahan zat adiktif tembakau bagi kesehatan.

Ia menilai, sebagaimana penilaian petani tembakau, bahwa PP tersebut sangat merugikan petani tembakau yang sudah lama hidup dari pertanian tembakau. Uniknya para petani melakukan perlawanan itu dengan kebudayaan. Mereka membuat puisi, drama, serta aksi-aksi teatrikal yang berisi perlawanan menolak pemberlakuan PP Nomor 109/2012.

Sebelum ada PP tersebut, para petani tembakau bisa hidup nyaman. Ironisnya kenyamanan mereka terusik oleh peraturan pemerintah yang dibuat tanpa melibatkan petani.

Salah satu bentuk aksi teatrikal antara lain berkumpulnya 10 ribu petani dan buruh tani di Siderejo, Temanggung, yang lokasinya tidak jauh dari Gunung Sumbing. Mereka melakukan protes dengan merokok bersama.

"Mereka membuat asap rokok yang bisa bertarung dengan Kabut Gunung Sumbing. Ini adalah bentuk protes yang menjadi sastra," katanya.

Menurutnya, aksi 10 ribu petani tembakau itu bukan peristiwa sosial biasa. Setelah itu mereka mendeklarasikan Laskar Kretek. Laskar ini terinspirasi Laskar Bambu Runcing yang ada dalam sejarah Temanggung. Laskar Bambu Runcing melakukan perlawanan sengit terhadap penjajahan Jepang.

"Dan Laskar Kretek membentengi petani tembakau dari peraturan pemerintah yang merugikan," kata dia. Tembakau kretek sendiri merupakan produk tembakau campuran cengkih yang menjadi kekhasan rokok buatan Indonesia.


Kredit

Bagikan