Unawe Bandung, kenalkan anak pada sains lewat game dan mitologi

user
Farah Fuadona 16 Oktober 2016, 15:30 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Anak-anak biasanya selalu ingin tahu banyak hal, termasuk menanyakan alam semesta. Tidak jarang mereka bertanya mitos-mitos menyangkut alam semesta.
 
Nah, organisasi internasioal berbasis di Institut Teknologi Bandung (ITB), Universe Awareness for Children (Unawe), biasa mengajarkan sains lewat cara-cara menyenangkan. Termasuk lewat permainan dan mitologi.
 
Koordinator Unawe, Yatni Yulianti, menjelaskan Unwe adalah organisasi yang mengenalkan sains pada anak-anak yang terbatas secara ekonomi dan sosial. Salah satu ilmu yang diajarkan adalah astronomi.
 
“Ceritanya tidak harus langsung sains atau astronomi. Kami cerita lewat mitologi, dan hal-hal yang sifatnya sangat dasar,” kata Yatni saat berbincang dengan Merdeka Bandung.
 
Seorang anak tidak akan mengerti jika langsung diajarkan bahwa bulan memiliki orbit yang mengelilingi bumi. Anak akan lebih tertarik jika diajari dengan pendekatan kebudayaan atau mitologi.
 
Misalnya di masyarakat Sunda, bulan terkenal dengan mitos Nini Anteh. Permukaan bulan yang bulat dan ada sisi gelapnya sering digambarkan sebagai sosok nenek-nenek. Lewat pendekatan itu, anak-anak kemudian diberi gambar bulan. Mereka lalu sibuk mencari posisi Nini Anteh.
 
“Setiap kebudayaan memiliki mitos yang berbeda tentang bulan. Misalnya di Afrika tidak kenal Nenek Anteh, mereka kenal yang tinggal di bulan buaya. Saat diceritakan, anak-anak mikir lagi buayanya tinggal di mana,” tuturnya.
 
Mitos mampu membangkitkan keingintahuan anak-anak pada benda-benda langit. Setelah itu, barulah masuk ke soal sains. “Akhirnya kami perkenalkan, kalian pikir ada nenek tidak di sana? Bahwa ternyata manusia masuk ke bulan tidak mudah. Di bumi harus ada oksigen, terus di bulan, mereka pikir ada nenek tidak di sana. Jadi memang tidak langsung cerita sains-nya,” katanya.
 
Anak-anak juga diberitahu bahwa bentuk bulan tiap harinya selalu berubah-rubah. Mendengar pemberitahuan itu, anak-anak baru tersadar kapan terakhir kali mereka melihat bulan. Mereka juga mulai bertanya-tanya, apakah hari itu melihat bulan apa belum.
 
Penjelasan-penjelasan yang diberikan akhirnya menuntun anak-anak untuk berpikir rasional. Target Unawe sendiri membuka akses bagi anak-anal pedalaman Indonesia untuk mengenal sains. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran akan kecintaan pada alam semesta yang sebenarnya ada di sekitar kehidupan manusia.
 
Unawe sering melakukan ekspedisi ke masyarakat pedalaman di Indonesia, salah satunya ke Atambua. Ia menuturkan, di sana masih banyak anak yang tidak mengenal astronomi.
 
Menurut guru di Atambua, cerita Yatni, pertama kali anak-anak kenal dengan astronomi adalah lewat Unawe. “Untuk guru mungkin astronomi agak familiar, karena mereka mengajar dengan fisika dan lain-lain, tapi hanya sebatas itu saja,” katanya.
 
Mengenalkan sains pada anak memang harus dengan cara menyenangkan dan familiar. Contohnya, anak-anak ditanya benda apa saja yang ada di langit. Mereka tentunya akan menjawab matahari, bulan dan bintang.
 
“Kan kalau ditanya orang bisa menjawabnya. Tapi sedekat apakah benda-benda langit itu, bagaimana mereka bisa terkoneksi dengan alam. Tetapi kita harus berusaha membangkitkan koneksi mereka pada alam,” ujarnya.
 
Kepada anak-anak ia sampaikan bahwa setiap hari kita merasakan matahari, tapi mungkin anak-anak juga berpikir matahari itu apa, apakah besok matahari ada lagi di situ atau tidak.
 
Ia menuturkan, metode pengajaran yang unik tersebut mendapat respons positif dari anak-anak. Pada umumnya anak-anak menyukai gambar-gambar yang indah. Maka metode gambar juga dipakai untuk mengajarkan sains pada mereka.
 
“Soal gambar-gambar indah astronomi itu jagonya. Pada dasarnya kita kan selalu tertarik sama yang indah-indah.  Jadi kadang kita masuk melalui visual, anak-anak senang banget lihat gambar yang bagus-bagus,” katanya.

Kredit

Bagikan